Rabu, 10 September 2008

BAB DUA

TUJUAN-TUJUAN YANG HARUS DICAPAI

5. (Pendahuluan)
Karya penebusan Kristus pada hakikatnya menyangkut penyelamatan umat manusia, tetapi merangkum pembaharuan seluruh tata dunia juga. Maka dari itu Gereja bukan hanya diutus untuk menyampaikam warta tentang Kristus dan menyalurkan rahmat-Nya kepada umat manusia, melainkan juga untuk merasuki dan menyempurnakan tata dunia dengan semangat Injil. Jadi dalam melaksanakan perutusan Gereja itu kaum awam menunaikan kerasulan mereka baik dalam bidang rohani maupun di bidang duniawi. Meskipun bidang-bidang itu dibedakan, namun dalam satu-satunya rencana Allah keduanya begitu berhubungan, sehingga Allah sendiri bermaksud mengangkat seluruh dunia menjadi ciptaan baru dalam Kristus, pada tahap awal di dunia ini, sepenuhnya pada hari terakhir. Di kedua bidang itu awam, yang sekaligus orang beriman dan warga masyarakat, wajib terus-menerus menganut bimbingan satu suara hati kristiani.

6. (Kerasulan dimaksudkan untuk mewartakan Injil dan menyucikan umat manusia)
Perutusan Gereja menyangkut keselamatan umat manusia, yang harus diperoleh berkat iman akan Kristus dan rahmat-Nya. Maka kerasulan Gereja serta semua anggotanya pertama-tama ditujukan untuk memaparkan warta tentang Kristus kepada dunia dengan kata-kata maupun perbuatan, dan untuk menyalurkan rahmat-Nya. Itu terutama terjadi melalui pelayanan sabda dan sakramen-sakramen, yang secara khas diserahkan kepada para imam. Dalm pelayanan itu kaum awam pun herus memainkan perannya yang sangat penting, yakni sebagai “rekan pekerja demi kebenaran” (3Yoh 8). Terutama dibidang itu kerasulan awam dan pelayanan pastoral saling melengkapi.
Bagi kaum awam terbukalah amat banyak kesempatan untuk melaksanakan kerasulan pewartaan Injil dan pengudusan. Kesaksian hidup kristiani sendiri beserta amal baik yang dijalankan dengan semangat adikodrati, mempunyai daya-kekuatan untuk menarik orang-orang kepada iman dan kepada Allah. Sebab Tuhan bersabda: “Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu di sorga” (Mat 5:16).
Akan tetapi kerasulan semacam itu tidak hanya terdiri dari kesaksian hidup saja. Rasul yang sejati mencari kesempatan-kesempatan untuk mewartakan Kristus dengan kata-kata, baik kepada mereka yang tidak beriman untuk menghantar mereka kepada iman, baik kepada kaum beriman untuk mengajar serta meneguhkan mereka, dan mengajak mereka hidup dengan semangat lebih besar. “Sebab cinta kasih Kristus mendesak kita” (2Kor 5:14). Dan dihati setiap orang harus menggema kata-kata Rasul: “Celakalah aku, jika aku tidak memberitakan Injil” (1Kor 9:16)[ [11]].
Tetapi pada zaman kita sekarang muncullah masalah-masalah baru, dan beredarlah kesesatan-kesesatan amat gawat, yang berusaha menghancurkan sama sekali agama, tata-kesusilaan dan masyarakat manusia sendiri. Maka Konsili suci ini dengan tulus hati mengajak kaum awam, masing-masing menurut bakat-pembawaan dan pendidikan pengetahuannya, supaya mereka – menurut maksud Gereja – lebih bersungguh-sungguh lagi menjalankan peran mereka dalam menggali dan membela azas-azas kristiani, serta dalam menerapkannya dengan cermat pada soal-soal zaman sekarang.

7. (Pembaharuan tata-dunia secara kristiani)
Adapun rencana Allah mengenai dunia yakni: supaya umat manusia seia-sekata membaharui dan terus-menerus menyempurnakan tata-dunia.
Segala sesuatu yang mewujudkan tata-dunia, yakni nilai-nilai hidup dan keluarga, kebudayaan, urusan ekonomi, kesenian dan profesi, lembaga-lembaga negara, hubungan-hubungan internasional dan lain sebagainya, beserta perkembangan dan kemajuannya, bukan hanya merupakan bantuan untuk mencapai tujuan akhir manusia, melainkan mempunyai nilainya sendiri juga, yang ditanam oleh Allah didalamnya, baik dipandang secara tersendiri, maupun sebagai unsur-unsur seluruh tata dunia: “Dan Allah melihat segala sesuatu yang diciptakan-Nya, dan itu semua sangat baik” (Kej 1:31). Kebaikan alamiah itu menerima martabat khusus karena hubungannya dengan pribadi manusia, sebab semuanya memang diciptakan untuk mengabdi kepadanya. Akhirnya Allah berkenan menghimpun segalanya, baik yang kodrati maupun yang adikodrati, menjadi satu dalam Kristus Yesus, “supaya dalam segala sesuatu Dialah yang terutama” (Kol 1:18). Tetapi arah-tujuan itu bukan hanya tidak menyebabkan tata dunia kehilangan otonominya, tujuan atau sasarannya, hukum-hukumnya, upaya-upayanya sendiri, makna dan nilainya bagi kesejahteraan manusia, justru malahan menyempurnakannya dalam daya kekuatan serta keunggulannya, sekaligus mengangkatnya sehingga setaraf dengan panggilan manusia seutuhnya di dunia ini.
Disepanjang sejarah penggunaan hal-hal duniawi dicemarkan oleh cacat cela yang berat, karena manusia tertimpa oleh dosa asal, dan sering jatuh ke dalam amat banyak kesesatan tentang Allah sejati, kodrat manusia dan azas-azas hukum moral. Maka tingkah laku dan lembaga-lembaga manusia mengalami kemerosotan, dan pribadi manusia sendiri tidak jarang diinjak-injak. Juga pada zaman sekarang ini tidak sedikitlah, yang secara berlebihan mengandalkan kemajuan ilmu-pengetahuan dan teknologi, dan bagaikan cenderung ke arah pemujaan hal-hal duniawi, serta lebih menjadi budaknya dari pada menjadi tuannya.
Tugas seluruh Gerejalah mengusahakan, supaya manusia menjadi mampu menyusun seluruh tata dunia dengan saksama dan mengarahkannya kepada Allah melalui Kristus. Para gembala bertugas mencanangkan dengan jelas azas-azas tentang tujuan penciptaan dan penggunaan dunia, menyajikan bantuan-bantuan moral dan rohani, supaya tata dunia dibaharui dalam Kristus.
Adapun kaum awam wajib menerima pembaharuan tata dunia sebagai tugasnya yang khusus, dan dibimbing oleh cahaya Injil dan maksud-maksud Gereja serta didorong oleh cinta kasih kristiani bertindak secara langsung dan terarah dalam tugas itu. Sebagai warga masyarakat mereka wajib bekerja sama dengan sesama warga dengan kemahiran khusus dan tanggung jawab mereka sendiri. Dimana-mana dan dalam segalanya mereka harus mencari keadilan kerajaan Allah. Tata dunia harus diperbaharui sedemikian rupa, sehingga – dengan tetap menjaga keutuhan hukum-hukumnya sendiri – tata dunia diselaraskan dengan azas-azas hidup kristiani yang lebih luhur, dan disesuaikan dengan pelbagai kondisi kondisi tempat, masa dan bangsa. Diantara usaha-usaha kerasulan itu yang mendapat tempat istimewa ialah kegiatan sosial umat kristiani. Konsili suci menginginkan, supaya kegiatan itu sekarang meliputi segenap bidang duniawi, termasuk kebudayaan[ [12]].

8. (Amal kasih, meterai kerasulan kristiani)
Semua pelaksanaan kerasulan harus bersumber pada cinta kasih dan menimba kekuatan dari padanya. Tetapi beberapa kegiatan menurut hakikatnya memang sesuai untuk diubah menjadi ungkapan cinta kasih sendiri yang mempesonakan. Kristus Tuhan menghendakinya sebagai tanda perutusan-Nya sebagai Al-Masih (lih. Mat 11:4-5).
Perintah utama menurut hukum ialah mengasihi Allah dengan segenap hati dan mencintai sesama seperti dirinya sendiri (lih. Mat 22:37-40). Kristus menjadikan perintah cinta kasih terhadap sesama itu menjadi hukumnya sendiri, dan memperkayanya dengan makna yang baru, ketika Ia menghendaki diri-Nya sendiri seperti juga saudara-saudara-Nya sebagai pribadi yang harus dicintai, dan bersabda: “Segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang diantara saudara-Ku yang paling hina ini, kamu lakukan untuk Aku” (Mat 25:40). Sebab dengan mengenakan kodrat manusia Ia telah menghimpun segenap umat manusia dalam suatu kesetiakawanan adikodrati menjadi keluarga-Nya. Dan Ia menetapkan cinta kasih menjadi tanda para murid-Nya dengan sabda-Nya: “Semua orang akan tahu, bahwa kamu murid-muridKu, bila kamu saling mengasihi” (Yoh 13:35).
Adapun Gereja suci pada awal mula menggabungkan “agape”[ [13]] pada Perjamuan Ekaristi, dan dengan demikian menampilkan, bahwa dirinya seluruhnya dipersatukan oleh ikatan cinta kasih di sekitar Kristus. Begitu pula disepanjang masa Gereja di kenal dengan tanda cinta kasih itu, dan – sambil bergembira tentang usaha pihak-pihak lain – Gereja memandang amal cinta kasih sebagai tugas serta haknya, yang tidak dapat direbut dari padanya. Oleh karena itu belas kasihan terhadap mereka yang miskin dan lemah, maupun apa yang disebut kegiatan karitatif dan kegiatan saling membantu untuk meringankan segala macam kebutuhan manusia, amat dijunjung tinggi oleh Gereja[ [14]].
Karena – berkat lebih lancarnya upaya-upaya komunikasi – jarak antara orang-orang dalam arti tertentu sudah diatasi dan penduduk seluruh dunia seperti sudah menjadi anggota satu keluarga, maka kegiatan-kegiatan dan usaha-usaha itu sekarang ini menjadi jauh lebih mendesak dan lebih universal. Dewasa ini amal cinta kasih dapat dan harus merangkum semua orang dan menanggapi semua kebutuhan. Orang-orang yang tidak mempunyai makanan dan minuman, pakaian, rumah, obat-obatan, pekerjaan, pendidikan, sarana-sarana yang sungguh perlu untuk hidup secara layak manusiawi, mereka yang tersiksa karena kemalangan dan kondisi badan yang lemah, mereka yang menderita dalam pembuangan atau penjara, di manapun mereka berada, cinta kasih kristiani harus mencari dan menemukan mereka, dengan mengerahkan usaha-usaha meringankan penderitaan mereka, dan dengan bantuan yang diberikan mengangkat mereka. Kewajiban itu pertama-tama dibebankan atas orang-orang perorangan dan bangsa-bangsa yang hidupnya sejahtera[ [15]].
Supaya pengalaman cinta kasih itu selalu terluputkan dari segala kecaman dan menjadi nyata sebagai amal kasih, hendaklah pada diri sesama dilihat citra Allah yang menjadi pola penciptaannya, dan Kristus Tuhan – sungguh dipersembahkan kepada-Nya, apa pun yang diberikan kepada orang miskin. Hendaknya diindahkan dengan penuh perikemanusiaan kebebasan dan martabat pribadi yang menerima bantuan. Jangan sampai kejernihan maksud dicemarkan oleh nafsu mencari keuntungan pribadi atau keinginan untuk berkuasa[ [16]]. Pertama-tama hendaknya tuntutan-tuntutan keadilan dipenuhi, supaya apa yang sudah harus diserahkan berdasarkan keadilan jangan diberikan sebagai hadiah cinta kasih. Hendaknya yang ditiadakan jangan hanya akibat-akibat kemalangan, melainkan juga sabab-musababnya. Hendaklah bantuan diatur sedemikian rupa, sehingga mereka yang menerimanya lambat-laun makin bebas dari ketergantungan lahiriah dan mampu mencukupi kebutuhan mereka sendiri.
Maka dari itu hendaknya kaum awam sungguh menghargai dan sekadar kemampuan menunjang amal cinta kasih serta usaha-usaha bantuan sosial yang bersifat swasta maupun umum, juga yang bersifat internasional. Sebab dengan kegiatan-kegiatan itu diberikan pertolongan yang tepat guna kepada orang-orang perorangan dan bangsa-bangsa yang menanggung penderitaan. Dalam hal itu hendaknya mereka bekerja sama dengan semua orang yang berkehendak baik[ [17]].

Tidak ada komentar: