Kamis, 11 September 2008
Maria Bunda Pengharapan
Santa Perawan Maria Bunda Pengharapan
oleh: P. William P. Saunders *
Mohon penjelasan mengenai latar belakang gelar Bunda Maria sebagai “Bunda Pengharapan”
~ seorang pembaca di Sterling
Gelar Bunda Maria sebagai “Bunda Pengharapan,” muncul dari penampakannya kepada beberapa anak di Pontmain, Perancis pada tanggal 17 Januari 1871. Patut dicatat bahwa Bunda Maria telah disebut dengan gelar ini sebelumnya; sebuah madah telah ditulis demi menghormati Bunda Pengharapan oleh Komunitas Agung dari Bunda Pengharapan di Saint-Brieuc, Perancis. Namun demikian, devosi yang paling populer kepada “Bunda Pengharapan” berhubungan dengan penampakan ini. Guna memahami kisah dengan sebaik-baiknya, pertama-tama kita perlu melihat latar belakangnya.
Pada tahun 1861, Kaiser Wilhelm I menduduki tahta Prussia, dan segera menunjuk Otto von Bismark sebagai penasehatnya. Tujuan mereka adalah mempersatukan segenap negeri yang berbahasa Jerman menjadi satu negara. Bersama-sama, mereka mengambil sikap yang agresif dan suka berperang. Guna memaksakan kehendak mereka sekaligus menguji posisi di antara negara-negara sekitarnya, Prussia menyulut tiga perang singkat: pertama, melawan Denmark pada tahun 1864, menguasai Holstein; kedua, melawan Austria pada tahun 1866, menempatkan Prussia di bawah kendali Jerman; dan yang terakhir, melawan Perancis pada tahun 1870.
Pada tanggal 1 Agustus 1870, meriam pertama ditembakkan dan Perang Perancis - Prussia pun dimulai. Pasukan Perancis dengan segera jatuh ke dalam kekuasaan militer Prussia. Pada tanggal 27 Desember, Prussia telah menyerbu Paris. Sekarang mereka mengarah ke provinsi-provinsi barat yaitu Normandy dan Brittany.
Pertengahan Januari 1871, pasukan Prussia hanya beberapa mil saja jauhnya dari kota Pontmain, yang terletak di sebelah kanan dalam garis pertahanan Perancis. Penduduk Pontmain ketakutan. P. Guerin, yang telah menjadi imam paroki selama 35 tahun, meminta anak-anak untuk berdoa kepada Bunda Maria memohon perlindungan.
Pada sore hari Selasa, 17 Januari, Eugene Barbadette yang berusia 12 tahun sedang berjalan meninggalkan kandang ayahnya. Anak laki-laki ini mendongak ke atas ke langit yang berbintang dan melihat seorang Perempuan nan elok berdiri di angkasa, sekitar 20 kaki di atas atap rumah, di antara dua cerobong asap rumah milik Jean dan Augustine Guidecoq yang ada di seberang jalan. Perempuan itu mengenakan gaun berwarna biru tua bertaburan bintang-bintang emas, sebuah kerudung hitam dan sebuah mahkota emas sederhana. Eugene berdiri terpesona di sana dalam dinginnya salju sekitar 15 menit lamanya.
Ayahnya dan saudara laki-lakinya yang berumur sepuluh tahun, Yosef, keluar dari kandang. Eugene berseru, “Lihat di sana! Di atas rumah! Apakah yang kalian lihat?” Yosef menggambarkan Perempuan itu persis sama seperti yang dilihat Eugene. Ayahnya tidak melihat apa-apa, jadi dengan geram ia memerintahkan anak-anak untuk kembali memberi makan kuda-kuda di kandang.
Entah apa alasannya, sejenak kemudian, sang ayah menyuruh kakak beradik itu untuk keluar dan melihat kembali. Mereka melihatnya lagi. Yosef terus-menerus mengatakan, “Alangkah cantiknya dia! Alangkah cantiknya!” Ibu mereka, Victoria Barbadette, sekarang muncul di sana dan menyuruh Yosef diam sebab ia begitu ribut hingga menarik perhatian orang. Tahu bahwa anak-anak itu jujur dan tidak berbohong, ibunya pun mengatakan, “Mungkin itu Santa Perawan yang menampakkan diri kepada kalian. Karena kalian melihatnya, marilah kita mendaraskan lima Bapa Kami dan lima Salam Maria demi menghormatinya.” (Kedua kakak beradik itu amat saleh: mereka memulai hari-hari mereka dengan melayani Misa Kudus, mendaraskan rosario dan mempersembahkan Jalan Salib dengan intensi kakak laki-laki mereka yang bertugas dalam dinas ketentaraan Perancis.)
Setelah mendaraskan doa-doa di dalam kandang agar tak menarik perhatian orang, Nyonya Barbadette bertanya apakah anak-anak masih melihat Perempuan itu. Ketika mereka menjawab, “Ya,” ia pergi mengambil kacamata. Ketika kembali, sang ibu membawa serta saudari mereka, Louise, bersamanya; namun tak seorang pun dari keduanya melihat apa-apa. Perangai sang ibu pun berubah dan ia menuduh kedua anaknya telah berbohong.
Terlintas dalam benak Nyonya Barbadette untuk memanggil para biarawati. Katanya, “Para biarawati lebih saleh dari kalian. Jika kalian melihatnya, tentulah mereka melihatnya juga.” Suster Vitaline juga tahu bahwa anak-anak itu tidak berbohong. Tetapi, ia pun tak dapat melihat Perempuan itu. Suster Vitaline kemudian pergi ke rumah tetangga dan meminta dua gadis kecil, Francoise Richer (berusia 11 tahun) dan Jeanne-Marie Lebosse (berusia 9 tahun) untuk datang bersamanya. Kedua gadis kecil itu menggambarkan sang Perempuan tepat sama seperti kedua anak lainnya.
Sekarang, Suster Marie Edouard telah bergabung dalam kelompok tersebut. Setelah mendengar apa yang dikatakan kedua gadis kecil, ia pergi memanggil P Guerin dan seorang anak lain, Eugene Friteau (berusia 6 setengah tahun). Eugene juga melihat sang Perempuan. Sekarang telah terkumpul suatu himpunan besar sekitar 50 orang warga desa. Augustine Boitin, yang baru berusia 25 bulan, menggapai sang Perempuan dan berseru, “Yesus! Yesus!” Hanya keenam kanak-kanak ini saja yang melihat penampakan Bunda Pengharapan.
P Guerin meminta semua yang hadir untuk berdoa, maka mereka berlutut dan mendaraskan rosario. Suster Marie Edouard memimpin himpunan umat untuk mendaraskan Magnificat. Perlahan-lahan, suatu pesan dalam huruf-huruf emas nampak di langit: “Tetapi, berdoalah anak-anakku.” Semua anak-anak melihat pesan yang sama.
Suster Marie Edouard kemudian memimpin yang lainnya memadahkan Litani Santa Perawan Maria. Pesan selanjutnya disingkapkan, “Tuhan akan mendengarkan kalian dalam waktu dekat.”
Datang kabar bahwa pasukan Prussia sekarang telah berada di Laval, sangat dekat dengan Pontmain. Pesan berlanjut, “Putraku membiarkan DiriNya tergerak oleh belas kasihan.” Ketika anak-anak memaklumkan pesan ini, P Guerin meminta khalayak ramai untuk menyanyikan madah pujian. Suster Marie Edouard mengatakan, “Bunda Pengharapan, wahai nama yang begitu manis, lindungilah negeri kami, doakanlah kami, doakanlah kami!” Orang banyak menanggapi, “Jika mereka [Prussia] berada di gerbang masuk desa, kami tidak akan takut lagi sekarang!”
Di akhir madah, pesan menghilang. Himpunan orang banyak kemudian menyanyikan sebuah madah tobat dan silih kepada Yesus. Bunda Maria tampak berduka, ia memegang sebuah salib merah yang besar dengan tulisan “Yesus Kristus.”
Pada pukul 8.30 petang, orang banyak menyanyikan, “Ave, Maris Stella,” dan salib lenyap. Lagi, Bunda tersenyum dan dua salib putih kecil nampak di kedua pundaknya. Ia merentangkan tangannya ke bawah, seperti yang terlihat dalam gambar-gambar Santa Perawan Maria Dikandung Tanpa Dosa. Sebuah selubung putih secara perlahan-lahan menutupi Bunda Maria dari kaki hingga ke mahkota. Sekitar pukul 8.45 petang, anak-anak mengatakan, “Sudah selesai.” Bunda Maria telah menghilang.
Sementara penampakan ini berlangsung, Jenderal Von Schmidt menerima perintah dari Komando Tinggi Prussia untuk menghentikan penyerangan dan mundur. Sepuluh hari kemudian, suatu perjanjian gencatan senjata ditanda-tangani antara Perancis dan Prussia. Perantaraan ajaib Bunda Maria telah menyelamatkan Pontmain.
Karena penampakan ini, devosi kepada Bunda Pengharapan segera tersebar luas. Pesan Bunda Maria adalah pesan pengharapan, “Tetapi, berdoalah anak-anakku. Tuhan akan mendengarkan kalian dalam waktu dekat. Putraku membiarkan DiriNya tergerak oleh belas kasihan.” Sementara kita mendaraskan rosario kita setiap hari memohon pemeliharaan keibuan Bunda Maria, patutlah kita ingat bahwa ia, yang berdiri di kaki salib, yang dipenuhi pengharapan akan pengampunan dosa dan kebangkitan ke hidup yang kekal, memberikan pengharapan kepada kita juga sepanjang perjalanan hidup kita. Bersama Bunda Pengharapan, kita sungguh memiliki jaminan bahwa kita tidak akan pernah ditinggalkan, dan bahwa kita senantiasa memiliki pengharapan akan dipersatukan dengan Tuhan kita sekarang dan selama-lamanya di surga.
* Fr. Saunders is pastor of Our Lady of Hope Parish in Potomac Falls and a professor of catechetics and theology at Christendom's Notre Dame Graduate School in Alexandria.
sumber : “Straight Answers: Mary as Our Lady of Hope” by Fr. William P. Saunders; Arlington Catholic Herald, Inc; Copyright ©2006 Arlington Catholic Herald. All rights reserved; www.catholicherald.com
oleh: P. William P. Saunders *
Mohon penjelasan mengenai latar belakang gelar Bunda Maria sebagai “Bunda Pengharapan”
~ seorang pembaca di Sterling
Gelar Bunda Maria sebagai “Bunda Pengharapan,” muncul dari penampakannya kepada beberapa anak di Pontmain, Perancis pada tanggal 17 Januari 1871. Patut dicatat bahwa Bunda Maria telah disebut dengan gelar ini sebelumnya; sebuah madah telah ditulis demi menghormati Bunda Pengharapan oleh Komunitas Agung dari Bunda Pengharapan di Saint-Brieuc, Perancis. Namun demikian, devosi yang paling populer kepada “Bunda Pengharapan” berhubungan dengan penampakan ini. Guna memahami kisah dengan sebaik-baiknya, pertama-tama kita perlu melihat latar belakangnya.
Pada tahun 1861, Kaiser Wilhelm I menduduki tahta Prussia, dan segera menunjuk Otto von Bismark sebagai penasehatnya. Tujuan mereka adalah mempersatukan segenap negeri yang berbahasa Jerman menjadi satu negara. Bersama-sama, mereka mengambil sikap yang agresif dan suka berperang. Guna memaksakan kehendak mereka sekaligus menguji posisi di antara negara-negara sekitarnya, Prussia menyulut tiga perang singkat: pertama, melawan Denmark pada tahun 1864, menguasai Holstein; kedua, melawan Austria pada tahun 1866, menempatkan Prussia di bawah kendali Jerman; dan yang terakhir, melawan Perancis pada tahun 1870.
Pada tanggal 1 Agustus 1870, meriam pertama ditembakkan dan Perang Perancis - Prussia pun dimulai. Pasukan Perancis dengan segera jatuh ke dalam kekuasaan militer Prussia. Pada tanggal 27 Desember, Prussia telah menyerbu Paris. Sekarang mereka mengarah ke provinsi-provinsi barat yaitu Normandy dan Brittany.
Pertengahan Januari 1871, pasukan Prussia hanya beberapa mil saja jauhnya dari kota Pontmain, yang terletak di sebelah kanan dalam garis pertahanan Perancis. Penduduk Pontmain ketakutan. P. Guerin, yang telah menjadi imam paroki selama 35 tahun, meminta anak-anak untuk berdoa kepada Bunda Maria memohon perlindungan.
Pada sore hari Selasa, 17 Januari, Eugene Barbadette yang berusia 12 tahun sedang berjalan meninggalkan kandang ayahnya. Anak laki-laki ini mendongak ke atas ke langit yang berbintang dan melihat seorang Perempuan nan elok berdiri di angkasa, sekitar 20 kaki di atas atap rumah, di antara dua cerobong asap rumah milik Jean dan Augustine Guidecoq yang ada di seberang jalan. Perempuan itu mengenakan gaun berwarna biru tua bertaburan bintang-bintang emas, sebuah kerudung hitam dan sebuah mahkota emas sederhana. Eugene berdiri terpesona di sana dalam dinginnya salju sekitar 15 menit lamanya.
Ayahnya dan saudara laki-lakinya yang berumur sepuluh tahun, Yosef, keluar dari kandang. Eugene berseru, “Lihat di sana! Di atas rumah! Apakah yang kalian lihat?” Yosef menggambarkan Perempuan itu persis sama seperti yang dilihat Eugene. Ayahnya tidak melihat apa-apa, jadi dengan geram ia memerintahkan anak-anak untuk kembali memberi makan kuda-kuda di kandang.
Entah apa alasannya, sejenak kemudian, sang ayah menyuruh kakak beradik itu untuk keluar dan melihat kembali. Mereka melihatnya lagi. Yosef terus-menerus mengatakan, “Alangkah cantiknya dia! Alangkah cantiknya!” Ibu mereka, Victoria Barbadette, sekarang muncul di sana dan menyuruh Yosef diam sebab ia begitu ribut hingga menarik perhatian orang. Tahu bahwa anak-anak itu jujur dan tidak berbohong, ibunya pun mengatakan, “Mungkin itu Santa Perawan yang menampakkan diri kepada kalian. Karena kalian melihatnya, marilah kita mendaraskan lima Bapa Kami dan lima Salam Maria demi menghormatinya.” (Kedua kakak beradik itu amat saleh: mereka memulai hari-hari mereka dengan melayani Misa Kudus, mendaraskan rosario dan mempersembahkan Jalan Salib dengan intensi kakak laki-laki mereka yang bertugas dalam dinas ketentaraan Perancis.)
Setelah mendaraskan doa-doa di dalam kandang agar tak menarik perhatian orang, Nyonya Barbadette bertanya apakah anak-anak masih melihat Perempuan itu. Ketika mereka menjawab, “Ya,” ia pergi mengambil kacamata. Ketika kembali, sang ibu membawa serta saudari mereka, Louise, bersamanya; namun tak seorang pun dari keduanya melihat apa-apa. Perangai sang ibu pun berubah dan ia menuduh kedua anaknya telah berbohong.
Terlintas dalam benak Nyonya Barbadette untuk memanggil para biarawati. Katanya, “Para biarawati lebih saleh dari kalian. Jika kalian melihatnya, tentulah mereka melihatnya juga.” Suster Vitaline juga tahu bahwa anak-anak itu tidak berbohong. Tetapi, ia pun tak dapat melihat Perempuan itu. Suster Vitaline kemudian pergi ke rumah tetangga dan meminta dua gadis kecil, Francoise Richer (berusia 11 tahun) dan Jeanne-Marie Lebosse (berusia 9 tahun) untuk datang bersamanya. Kedua gadis kecil itu menggambarkan sang Perempuan tepat sama seperti kedua anak lainnya.
Sekarang, Suster Marie Edouard telah bergabung dalam kelompok tersebut. Setelah mendengar apa yang dikatakan kedua gadis kecil, ia pergi memanggil P Guerin dan seorang anak lain, Eugene Friteau (berusia 6 setengah tahun). Eugene juga melihat sang Perempuan. Sekarang telah terkumpul suatu himpunan besar sekitar 50 orang warga desa. Augustine Boitin, yang baru berusia 25 bulan, menggapai sang Perempuan dan berseru, “Yesus! Yesus!” Hanya keenam kanak-kanak ini saja yang melihat penampakan Bunda Pengharapan.
P Guerin meminta semua yang hadir untuk berdoa, maka mereka berlutut dan mendaraskan rosario. Suster Marie Edouard memimpin himpunan umat untuk mendaraskan Magnificat. Perlahan-lahan, suatu pesan dalam huruf-huruf emas nampak di langit: “Tetapi, berdoalah anak-anakku.” Semua anak-anak melihat pesan yang sama.
Suster Marie Edouard kemudian memimpin yang lainnya memadahkan Litani Santa Perawan Maria. Pesan selanjutnya disingkapkan, “Tuhan akan mendengarkan kalian dalam waktu dekat.”
Datang kabar bahwa pasukan Prussia sekarang telah berada di Laval, sangat dekat dengan Pontmain. Pesan berlanjut, “Putraku membiarkan DiriNya tergerak oleh belas kasihan.” Ketika anak-anak memaklumkan pesan ini, P Guerin meminta khalayak ramai untuk menyanyikan madah pujian. Suster Marie Edouard mengatakan, “Bunda Pengharapan, wahai nama yang begitu manis, lindungilah negeri kami, doakanlah kami, doakanlah kami!” Orang banyak menanggapi, “Jika mereka [Prussia] berada di gerbang masuk desa, kami tidak akan takut lagi sekarang!”
Di akhir madah, pesan menghilang. Himpunan orang banyak kemudian menyanyikan sebuah madah tobat dan silih kepada Yesus. Bunda Maria tampak berduka, ia memegang sebuah salib merah yang besar dengan tulisan “Yesus Kristus.”
Pada pukul 8.30 petang, orang banyak menyanyikan, “Ave, Maris Stella,” dan salib lenyap. Lagi, Bunda tersenyum dan dua salib putih kecil nampak di kedua pundaknya. Ia merentangkan tangannya ke bawah, seperti yang terlihat dalam gambar-gambar Santa Perawan Maria Dikandung Tanpa Dosa. Sebuah selubung putih secara perlahan-lahan menutupi Bunda Maria dari kaki hingga ke mahkota. Sekitar pukul 8.45 petang, anak-anak mengatakan, “Sudah selesai.” Bunda Maria telah menghilang.
Sementara penampakan ini berlangsung, Jenderal Von Schmidt menerima perintah dari Komando Tinggi Prussia untuk menghentikan penyerangan dan mundur. Sepuluh hari kemudian, suatu perjanjian gencatan senjata ditanda-tangani antara Perancis dan Prussia. Perantaraan ajaib Bunda Maria telah menyelamatkan Pontmain.
Karena penampakan ini, devosi kepada Bunda Pengharapan segera tersebar luas. Pesan Bunda Maria adalah pesan pengharapan, “Tetapi, berdoalah anak-anakku. Tuhan akan mendengarkan kalian dalam waktu dekat. Putraku membiarkan DiriNya tergerak oleh belas kasihan.” Sementara kita mendaraskan rosario kita setiap hari memohon pemeliharaan keibuan Bunda Maria, patutlah kita ingat bahwa ia, yang berdiri di kaki salib, yang dipenuhi pengharapan akan pengampunan dosa dan kebangkitan ke hidup yang kekal, memberikan pengharapan kepada kita juga sepanjang perjalanan hidup kita. Bersama Bunda Pengharapan, kita sungguh memiliki jaminan bahwa kita tidak akan pernah ditinggalkan, dan bahwa kita senantiasa memiliki pengharapan akan dipersatukan dengan Tuhan kita sekarang dan selama-lamanya di surga.
* Fr. Saunders is pastor of Our Lady of Hope Parish in Potomac Falls and a professor of catechetics and theology at Christendom's Notre Dame Graduate School in Alexandria.
sumber : “Straight Answers: Mary as Our Lady of Hope” by Fr. William P. Saunders; Arlington Catholic Herald, Inc; Copyright ©2006 Arlington Catholic Herald. All rights reserved; www.catholicherald.com
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar