Kamis, 11 September 2008
SP Maria Bunda Allah & Bunda Kita
oleh: St. Alfonsus Maria de Liguori
dari:KEMULIAAN MARIA
Betapa besar sepantasnya kita menempatkan kepercayaan kita kepada Bunda Maria, sebab ia adalah bunda kita.
BUKAN KEBETULAN ataupun dalam kesia-siaan belaka para hamba Maria menyebutnya Bunda. Tak dapat mereka berseru kepadanya dengan nama lain, dan tak bosan-bosannya mereka menyebutnya bunda: sungguh bunda, sebab ia sungguh bunda kita, bukan menurut daging, melainkan bunda rohani dari jiwa dan keselamatan kira.
Dosa, ketika merenggut rahmat ilahi dari jiwa kita, juga merenggut hidup darinya. Sebab itu, ketika jiwa kita mati dalam dosa dan sengsara, Yesus, Penebus kita, datang dengan kerahiman dan kasih yang tak terhingga, guna memulihkan hidup yang hilang itu bagi kita dengan wafat-Nya di atas salib, seperti yang Ia Sendiri nyatakan, “Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan” (Yoh 10:10). Dalam segala kelimpahan, sebab, seperti diajarkan para teolog, Yesus Kristus dengan karya penebusan-Nya memperolehkan bagi kita berkat dan rahmat yang jauh lebih besar daripada luka yang ditimbulkan Adam atas kita dengan dosanya; Ia memulihkan hubungan kita dengan Tuhan dan dengan demikian menjadi Bapa bagi jiwa kita, di bawah hukum rahmat yang baru, seperti dinubuatkan nabi Yesaya, “Bapa yang Kekal, Raja Damai” (Yes 9:5).
Jika Yesus adalah Bapa dari jiwa kita, maka Maria adalah bundanya, sebab dengan memberikan Yesus kepada kita, ia memberikan hidup sejati kepada kita, dan dengan mempersembahkan hidup Putranya di atas Kalvari demi keselamatan kita, ia melahirkan kita ke dalam hidup rahmat ilahi.
Dalam dua peristiwa yang berbeda, Bunda Maria menjadi bunda rohani kita. Pertama kali ketika ia didapati layak mengandung Putra Allah dalam rahimnya yang perawan, demikian dikatakan Albertus Magnus. St. Bernardinus dari Siena mengajarkan bahwa ketika Santa Perawan Tersuci, pada waktu malaikat menyampaikan kabar sukacita, menyatakan kesediaannya untuk menjadi bunda dari Sabda yang kekal, kesediaan yang dinantikan-Nya sebelum menjadikan Diri-Nya Putranya, Bunda Maria dengan tindakannya ini memohonkan keselamatan kita kepada Tuhan. Begitu khusuk ia dalam memohonkannya, hingga sejak saat itulah ia, seolah-olah, mengandung kita dalam rahimnya, sebagai seorang bunda yang paling penuh kasih sayang.
Perihal kelahiran Juruselamat kita, St. Lukas mengatakan bahwa Bunda Maria, “melahirkan seorang anak laki-laki, anaknya yang sulung” (Luk 2:7). Oleh sebab itu, seperti diungkapkan seorang penulis, jika penulis Injil menegaskan bahwa Maria melahirkan anaknya yang sulung, tidakkah kita beranggapan bahwa sesudahnya ia mempunyai anak-anak yang lain? Tetapi, penulis yang sama menambahkan bahwa jika menurut iman Bunda Maria tidak mempunyai anak-anak lain menurut daging kecuali Yesus, maka pastilah ia mempunyai anak-anak rohani yang lain, yaitu kita. Dan ini menjelaskan apa yang dikatakan tentang Maria dalam Kidung Agung: “Perutmu timbunan gandum, berpagar bunga-bunga bakung” (7:2). St. Ambrosius menjelaskan ayat ini, “Walaupun dalam rahim Maria yang murni hanya ada satu biji gandum, yang adalah Yesus Kristus, namun demikian disebut timbunan gandum, sebab dalam biji gandum yang satu itu terkandung mereka semua yang terpilih kepada siapa Maria akan menjadi bundanya.” Maka, tulis William sang Abbas, Bunda Maria ketika melahirkan Yesus, yang adalah Juruselamat kita dan hidup kita, melahirkan kita semua dalam hidup dan keselamatan.
Kedua kalinya Bunda Maria melahirkan kita dalam rahmat adalah ketika di Kalvari ia mempersembahkan kepada Bapa yang kekal dengan dukacita yang begitu pedih di hati, hidup Putranya terkasih demi keselamatan kita. Sebab itu, St. Agustinus menegaskan, dengan bekerjasama dengan Kristus dalam kelahiran umat beriman ke dalam hidup rahmat, ia dengan kerjasamanya ini juga menjadi bunda rohani dari mereka semua yang adalah anggota-anggota Kepala, yaitu Yesus Kristus. Inilah juga makna dari apa yang dikatakan mengenai Santa Perawan dalam Kidung Agung, “aku dijadikan mereka penjaga kebun-kebun anggur; kebun anggurku sendiri tak kujaga” (1:6).
Bunda Maria, demi meyelamatkan jiwa kita, rela mengurbankan hidup Putranya sendiri, demikian dikatakan William sang Abbas. Dan siapakah jiwa sejati Maria, selain daripada Yesus, yang adalah hidupnya dan segenap kasihnya? Maka, St. Simeon menubuatkan kepadanya bahwa jiwanya suatu hari kelak akan ditembus oleh pedang dukacita; yang adalah tombak yang ditikamkan ke lambung Yesus, yang adalah jiwa Maria. Dan kemudian, ia dalam dukacitanya melahirkan kita ke dalam hidup yang kekal, sehingga kita semua dapat menyebut diri kita sebagai anak-anak dari dukacita Maria. Ia, bunda kita yang paling lemah-lembut, senantiasa dan sepenuhnya mempersatukan diri pada kehendak ilahi. Itulah sebabnya St. Bonaventura mengatakan, ketika Maria melihat kasih Bapa yang kekal bagi manusia, yang merelakan Putra-Nya wafat demi keselamatan kita, dan kasih Putra yang bersedia wafat bagi kita, Bunda Maria juga, dengan segenap kesediaannya, mempersembahkan Putranya dan `fiat'-nya bahwa Ia wafat agar kita diselamatkan, memberikan diri dalam ketaatan pada kasih tak terhingga Bapa dan Putra kepada umat manusia.
Oleh sebab itu, bersukacitalah, hai kalian semua putera-puteri Maria. Ingatlah bahwa ia mengambil sebagai anak-anaknya mereka semua yang menghendakinya menjadi bunda mereka. Bersukacitalah: adakah yang engkau takuti ketika tersesat apabila Bunda ini membela serta melindungimu? Dengan demikian, kata St. Bonaventura, siapa pun yang mengasihi bunda yang lemah-lembut ini, selayaknya bersikap berani sembari mengulang dalam hatinya: Adakah yang engkau takuti, wahai jiwaku? Sumber keselamatan kekalmu tak akan hilang, sebab pengadilan terakhir ada dalam tangan Yesus, yang adalah saudaramu, dan Bunda Maria, yang adalah bundamu. Dan St. Anselmus, penuh sukacita atas pemikiran ini, berseru guna membesarkan hati kita, “Oh, sumber kepercayaan yang terberkati! Oh, tempat pengungsian yang aman! Bunda Allah adalah bundaku juga. Betapa yakin kita akan pengharapan kita, sebab keselamatan kita tergantung pada pengadilan seorang saudara yang penuh belas-kasihan dan bunda yang lemah-lembut!”
Sebab itu, dengarkanlah bunda kita yang memanggil kita dan berkata, “Siapa yang tak berpengalaman, singgahlah ke mari” (Ams 9;4). Kata “Mama,” senantiasa ada dalam bibir anak-anak kecil, dan dalam segala bahaya dan dalam segala ketakutan, mereka akan berteriak, “Mama! Mama!” Bunda Maria yang termanis, bunda yang paling penuh kasih sayang, itulah kerinduanmu yang sesungguhnya, yaitu agar kami menjadi anak-anak kecil yang senantiasa menyerukan namamu dalam segala bahaya, serta senantiasa mohon pertolongan darimu, oleh sebab engkau rindu menolong serta menyelamatkan kami, sebagaimana engkau telah menyelamatkan segenap anak-anakmu yang berlindung kepadamu.
sumber : "from The Glories Of Mary" by St. Alphonsus Liguori
oleh: St. Alfonsus Maria de Liguori
dari:KEMULIAAN MARIA
Betapa besar sepantasnya kita menempatkan kepercayaan kita kepada Bunda Maria, sebab ia adalah bunda kita.
BUKAN KEBETULAN ataupun dalam kesia-siaan belaka para hamba Maria menyebutnya Bunda. Tak dapat mereka berseru kepadanya dengan nama lain, dan tak bosan-bosannya mereka menyebutnya bunda: sungguh bunda, sebab ia sungguh bunda kita, bukan menurut daging, melainkan bunda rohani dari jiwa dan keselamatan kira.
Dosa, ketika merenggut rahmat ilahi dari jiwa kita, juga merenggut hidup darinya. Sebab itu, ketika jiwa kita mati dalam dosa dan sengsara, Yesus, Penebus kita, datang dengan kerahiman dan kasih yang tak terhingga, guna memulihkan hidup yang hilang itu bagi kita dengan wafat-Nya di atas salib, seperti yang Ia Sendiri nyatakan, “Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan” (Yoh 10:10). Dalam segala kelimpahan, sebab, seperti diajarkan para teolog, Yesus Kristus dengan karya penebusan-Nya memperolehkan bagi kita berkat dan rahmat yang jauh lebih besar daripada luka yang ditimbulkan Adam atas kita dengan dosanya; Ia memulihkan hubungan kita dengan Tuhan dan dengan demikian menjadi Bapa bagi jiwa kita, di bawah hukum rahmat yang baru, seperti dinubuatkan nabi Yesaya, “Bapa yang Kekal, Raja Damai” (Yes 9:5).
Jika Yesus adalah Bapa dari jiwa kita, maka Maria adalah bundanya, sebab dengan memberikan Yesus kepada kita, ia memberikan hidup sejati kepada kita, dan dengan mempersembahkan hidup Putranya di atas Kalvari demi keselamatan kita, ia melahirkan kita ke dalam hidup rahmat ilahi.
Dalam dua peristiwa yang berbeda, Bunda Maria menjadi bunda rohani kita. Pertama kali ketika ia didapati layak mengandung Putra Allah dalam rahimnya yang perawan, demikian dikatakan Albertus Magnus. St. Bernardinus dari Siena mengajarkan bahwa ketika Santa Perawan Tersuci, pada waktu malaikat menyampaikan kabar sukacita, menyatakan kesediaannya untuk menjadi bunda dari Sabda yang kekal, kesediaan yang dinantikan-Nya sebelum menjadikan Diri-Nya Putranya, Bunda Maria dengan tindakannya ini memohonkan keselamatan kita kepada Tuhan. Begitu khusuk ia dalam memohonkannya, hingga sejak saat itulah ia, seolah-olah, mengandung kita dalam rahimnya, sebagai seorang bunda yang paling penuh kasih sayang.
Perihal kelahiran Juruselamat kita, St. Lukas mengatakan bahwa Bunda Maria, “melahirkan seorang anak laki-laki, anaknya yang sulung” (Luk 2:7). Oleh sebab itu, seperti diungkapkan seorang penulis, jika penulis Injil menegaskan bahwa Maria melahirkan anaknya yang sulung, tidakkah kita beranggapan bahwa sesudahnya ia mempunyai anak-anak yang lain? Tetapi, penulis yang sama menambahkan bahwa jika menurut iman Bunda Maria tidak mempunyai anak-anak lain menurut daging kecuali Yesus, maka pastilah ia mempunyai anak-anak rohani yang lain, yaitu kita. Dan ini menjelaskan apa yang dikatakan tentang Maria dalam Kidung Agung: “Perutmu timbunan gandum, berpagar bunga-bunga bakung” (7:2). St. Ambrosius menjelaskan ayat ini, “Walaupun dalam rahim Maria yang murni hanya ada satu biji gandum, yang adalah Yesus Kristus, namun demikian disebut timbunan gandum, sebab dalam biji gandum yang satu itu terkandung mereka semua yang terpilih kepada siapa Maria akan menjadi bundanya.” Maka, tulis William sang Abbas, Bunda Maria ketika melahirkan Yesus, yang adalah Juruselamat kita dan hidup kita, melahirkan kita semua dalam hidup dan keselamatan.
Kedua kalinya Bunda Maria melahirkan kita dalam rahmat adalah ketika di Kalvari ia mempersembahkan kepada Bapa yang kekal dengan dukacita yang begitu pedih di hati, hidup Putranya terkasih demi keselamatan kita. Sebab itu, St. Agustinus menegaskan, dengan bekerjasama dengan Kristus dalam kelahiran umat beriman ke dalam hidup rahmat, ia dengan kerjasamanya ini juga menjadi bunda rohani dari mereka semua yang adalah anggota-anggota Kepala, yaitu Yesus Kristus. Inilah juga makna dari apa yang dikatakan mengenai Santa Perawan dalam Kidung Agung, “aku dijadikan mereka penjaga kebun-kebun anggur; kebun anggurku sendiri tak kujaga” (1:6).
Bunda Maria, demi meyelamatkan jiwa kita, rela mengurbankan hidup Putranya sendiri, demikian dikatakan William sang Abbas. Dan siapakah jiwa sejati Maria, selain daripada Yesus, yang adalah hidupnya dan segenap kasihnya? Maka, St. Simeon menubuatkan kepadanya bahwa jiwanya suatu hari kelak akan ditembus oleh pedang dukacita; yang adalah tombak yang ditikamkan ke lambung Yesus, yang adalah jiwa Maria. Dan kemudian, ia dalam dukacitanya melahirkan kita ke dalam hidup yang kekal, sehingga kita semua dapat menyebut diri kita sebagai anak-anak dari dukacita Maria. Ia, bunda kita yang paling lemah-lembut, senantiasa dan sepenuhnya mempersatukan diri pada kehendak ilahi. Itulah sebabnya St. Bonaventura mengatakan, ketika Maria melihat kasih Bapa yang kekal bagi manusia, yang merelakan Putra-Nya wafat demi keselamatan kita, dan kasih Putra yang bersedia wafat bagi kita, Bunda Maria juga, dengan segenap kesediaannya, mempersembahkan Putranya dan `fiat'-nya bahwa Ia wafat agar kita diselamatkan, memberikan diri dalam ketaatan pada kasih tak terhingga Bapa dan Putra kepada umat manusia.
Oleh sebab itu, bersukacitalah, hai kalian semua putera-puteri Maria. Ingatlah bahwa ia mengambil sebagai anak-anaknya mereka semua yang menghendakinya menjadi bunda mereka. Bersukacitalah: adakah yang engkau takuti ketika tersesat apabila Bunda ini membela serta melindungimu? Dengan demikian, kata St. Bonaventura, siapa pun yang mengasihi bunda yang lemah-lembut ini, selayaknya bersikap berani sembari mengulang dalam hatinya: Adakah yang engkau takuti, wahai jiwaku? Sumber keselamatan kekalmu tak akan hilang, sebab pengadilan terakhir ada dalam tangan Yesus, yang adalah saudaramu, dan Bunda Maria, yang adalah bundamu. Dan St. Anselmus, penuh sukacita atas pemikiran ini, berseru guna membesarkan hati kita, “Oh, sumber kepercayaan yang terberkati! Oh, tempat pengungsian yang aman! Bunda Allah adalah bundaku juga. Betapa yakin kita akan pengharapan kita, sebab keselamatan kita tergantung pada pengadilan seorang saudara yang penuh belas-kasihan dan bunda yang lemah-lembut!”
Sebab itu, dengarkanlah bunda kita yang memanggil kita dan berkata, “Siapa yang tak berpengalaman, singgahlah ke mari” (Ams 9;4). Kata “Mama,” senantiasa ada dalam bibir anak-anak kecil, dan dalam segala bahaya dan dalam segala ketakutan, mereka akan berteriak, “Mama! Mama!” Bunda Maria yang termanis, bunda yang paling penuh kasih sayang, itulah kerinduanmu yang sesungguhnya, yaitu agar kami menjadi anak-anak kecil yang senantiasa menyerukan namamu dalam segala bahaya, serta senantiasa mohon pertolongan darimu, oleh sebab engkau rindu menolong serta menyelamatkan kami, sebagaimana engkau telah menyelamatkan segenap anak-anakmu yang berlindung kepadamu.
sumber : "from The Glories Of Mary" by St. Alphonsus Liguori
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar