Senin, 15 September 2008

Gelar-gelar Maria

Gelar-gelar Maria dalam

Litani Santa Perawan Maria

oleh: P. William P. Saunders *

Dalam Litani Santa Perawan Maria terdapat gelar-gelar Maria yang tidak saya pahami, misalnya Benteng Daud, Rumah Kencana, Tabut Perjanjian, Benteng Gading, Mawar yang Gaib, Bintang Timur, Bintang Samudera. Dapatkah dijelaskan?
~ seorang pembaca di Alexandria

Kita mendapati gelar-gelar tersebut dalam Litani Santa Perawan Maria (terutama versi Loreto), yang disusun sekitar pertengahan abad ke-16. St. Petrus Kanisius mempopulerkan Litani Santa Perawan pada tahun 1558 saat ia mempublikasikannya guna menggairahkan devosi kepada Bunda Maria sebagai tanggapan atas “Reformasi” Protestan yang menyerang devosi-devosi sejenis. Litani ini merupakan seruan gelar pujian kepada Santa Perawan yang digunakan dalam perayaan-perayaan di Gereja Loreto, Italia sejak abad ketigabelas.

Sebagian besar gelar yang ditanyakan di atas berhubungan dengan nubuat dan perlambang dalam Perjanjian Lama yang menubuatkan peran Bunda Maria dalam misteri keselamatan. Beberapa di antaranya berfokus pada kesucian dan peran keibuannya. Sebagai contoh, “Benteng Daud” berdiri menyolok dan kokoh di puncak tertinggi pegunungan yang mengelilingi Yerusalem. Benteng yang demikian merupakan sarana pertahanan kota. Dengan benteng itu, peringatan akan dapat segera disampaikan apabila musuh datang menyerang. Maria diperbandingkan dengan Benteng Daud karena kesuciannya, karena ia dikenal sebagai yang penuh rahmat dan karena ia dikandung tanpa dosa. Dengan doa-doa dan teladannya, Maria merupakan bagian dari “sarana pertahanan” Tuhan dengan mana Kerajaan Allah akan berdiri tegak tak terkalahkan dan dosa akan senantiasa dikalahkan (bdk Kid 4:4).

Maria disebut “Benteng Gading”. Gelar ini juga digunakan dalam Kidung Agung (Kid 7:4) yang menggambarkan pengantin terkasih. (Ungkapan serupa, “Istana Gading” digunakan dalam Mazmur 45:9, untuk alasan yang sama). Kedua ilustrasi tersebut menubuatkan hubungan perkawinan antara Kristus dan pengantin-Nya, Gereja, seperti disampaikan dalan Surat Rasul Paulus kepada Jemaat di Efesus. Di sini patut kita ingat, seperti diajarkan dalam Vatikan II, bahwa Maria adalah “serupa Gereja”: Ia mengandung dari kuasa Roh Kudus dan melalui dia, Juruselamat kita masuk ke dalam dunia ini. Gereja, “oleh menerima Sabda Allah dengan setia pula - menjadi ibu juga. Dan sambil mencontoh Bunda Tuhannya, Gereja dengan kekuatan Roh Kudus secara perawan mempertahankan imannya, keteguhan harapannya, dan ketulusan cinta kasihnya” (Lumen Gentium no. 64).

Peran keibuan Maria terutama tampak jelas dalam istilah “Tabut Perjanjian”. Perlu diingat bahwa dalam Perjanjian Lama, Tabut Perjanjian adalah rumah bagi Sepuluh Perintah Allah, Hukum Tuhan. Sementara bangsa Israel dalam pengembaraan menuju tanah terjanji, suatu tiang awan, yang melambangkan kehadiran Allah, akan turun atas atau “menaungi” kemah di mana Tabut disimpan. Yesus datang untuk menggenapi perjanjian dan hukum. Dalam kisah Kabar Sukacita, perkataan Malaikat Agung Gabriel kepada Maria, “Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menaungi engkau,” (Luk 1:35) menyatakan gagasan yang sama. Karena itu, Maria yang memberi “rumah” Yesus dalam rahimnya; adalah “Tabut” baru, dan bunda dari pelaksana perjanjian yang sempurna dan kekal.

Atas dasar ini bermunculan gelar-gelar yang lain: Yeremia menubuatkan bahwa Mesias akan disebut, “TUHAN - keadilan kita.” (Yer 23:6); Maria adalah “Cermin keadilan” karena tak seorang pun dapat mencerminkan kasih dan penghormatan kepada Kristus dalam hidupnya lebih baik dari Maria. Karena kemurniannya, kelimpahan kasihnya dan karena ia menjadi “rumah” bagi Yesus, Maria disebut “Rumah Kencana”. Yesus adalah Kebijaksanaan Tuhan, “Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita” (Yoh 1:14); karenanya, Maria, yang mengandung Kristus, digelari “Takhta Kebijaksanaan”.

Bagi kita, Bunda Maria juga melambangkan pengharapan yang besar. Vatikan II menyatakan, “Sementara itu Bunda Yesus telah dimuliakan di surga dengan badan dan jiwanya, dan menjadi citra serta awal Gereja yang harus mencapai kepenuhannya di masa yang akan datang. Begitu pula di dunia ini ia menyinari Umat Allah yang sedang mengembara sebagai tanda harapan yang pasti dan penghiburan, sampai tibalah hari Tuhan.” (Lumen Gentium no. 68). Karena alasan ini Bunda Maria digelari “Bintang Timur”, karena ia melambangkan orang-orang Kristen yang menang, yaitu mereka yang bertekun dalam iman dan beroleh bagian dalam kuasa Mesianis Kristus dan menang atas kuasa kegelapan yaitu dosa dan maut. Istilah ini dapat ditemukan dalam Kitab Wahyu (Why 2:26-28): “Dan barangsiapa menang dan melakukan pekerjaan-Ku sampai kesudahannya, kepadanya akan Kukaruniakan kuasa atas bangsa-bangsa; dan ia akan memerintah mereka dengan tongkat besi; mereka akan diremukkan seperti tembikar tukang periuk - sama seperti yang Kuterima dari Bapa-Ku - dan kepadanya akan Kukaruniakan bintang timur.” Juga dalam Kidung Agung (Kid 6:10) kita temukan, “Siapakah dia yang muncul laksana fajar merekah, indah bagaikan bulan purnama, bercahaya bagaikan surya…”; sama seperti cemerlangnya terang menghalau kegelapan fajar, Maria memaklumkan kedatangan Putranya, yang adalah Terang Dunia (bdk Yoh 1:5-10, 3:19).

Maria juga adalah “Pintu Surga”. Maria adalah sarana yang dipergunakan Kristus untuk datang dari surga demi membebaskan kita dari dosa. Di akhir hidupnya, kita percaya bahwa Bunda Maria diangkat jiwa dan badannya ke surga, suatu kepenuhan janji akan kehidupan kekal dan kebangkitan badan yang dijanjikan Yesus. Sebab itu, Maria adalah pintu melalui mana Yesus masuk ke dalam dunia ini dan pintu kepada kepenuhan janji di mana kita akan beroleh bagian dalam kehidupan kekal.

Karena itu, kita memandang Maria sebagai “Bintang Samudera”. Bagaikan bintang samudera membimbing para nahkoda mengarungi lautan berbadai menuju pelabuhan yang aman, demikian juga Maria, melalui segala doa dan teladannya, membimbing kita sepanjang perjalanan hidup kita, kadang melalui samudera yang bergolak, menuju pelabuhan surgawi.

Secara keseluruhan, Maria adalah “Mawar yang Gaib”. Mawar dianggap sebagai bunga yang terindah, bunga kerajaan yang harumnya melampaui segala bunga lainnya. Bunda Maria memiliki kekudusan yang manis dan keutamaan yang cantik. Singkatnya, segala gelar ini mengingatkan kita akan pentingnya peran Bunda Maria dalam spiritualitas Katolik, sebagai teladan keutamaan dan kekudusan dalam peran keibuannya, dan sebagai tanda akan kehidupan yang akan datang.

* Fr. Saunders is dean of the Notre Dame Graduate School of Christendom College in Alexandria and pastor of Our Lady of Hope Parish in Potomac Falls.

sumber : “Straight Answers: The Litany of the Blessed Virgin Mary” by Fr. William P. Saunders; Arlington Catholic Herald, Inc; Copyright ©2001 Arlington Catholic Herald. All rights reserved; www.catholicherald.com

Tidak ada komentar: