Senin, 15 September 2008

Santa Perawan Maria dari La Salette

oleh: P. William P. Saunders *
Minggu lalu, saya menghadiri ulang tahun tahbisan yang ke-50 dari P Joseph Loftus. Beliau dari Misionaris dari La Salette. Bagaimanakah kisah Santa Perawan Maria dari La Salette?
~ seorang pembaca di Arlington

Pada suatu hari Sabtu siang, 19 September 1846, dua orang anak - Maximin Guiraud (berusia 11 tahun) dan Melanie Calvat (berusia 14 tahun) - sedang menggembalakan domba milik majikan mereka dekat La Salette di pegunungan Alpen, Perancis. Dampak Revolusi Perancis yang telah meneror Gereja, darah yang tertumpah sepanjang masa berkuasanya Napoleon, meningkatnya sekularisasi pemikiran masyarakat dan maraknya kekacauan politik yang menyelimuti Eropa telah mengakibatkan kerusakan serius atas iman masyarakat. Di paroki La Salette, sedikit dan semakin sedikit saja umat yang ikut ambil bagian dalam Misa Kudus dan sakramen-sakramen diacuhkan. Kutuk dan sumpah serapah menggantikan doa; kebejadan moral menggantikan kemurnian; ketamakan dan kesenangan diri menggantikan kesalehan dan matiraga.

Melanie Calvat, seorang dari delapan bersaudara, berasal dari sebuah keluarga miskin dan harus mulai bekerja ketika usianya tujuh tahun. Ia tidak pernah bersekolah, hanya tahu sedikit saja mengenai Katekese, jarang ke Misa, dan nyaris tak dapat mendaraskan Bapa Kami ataupun Salam Maria. Begitu pula, Maximin Guiraud, yang ibunya telah meninggal dunia dan tidak cocok dengan ibu tirinya, hanya mempunyai sedikit saja pendidikan agama dan tidak bersekolah.

Ketika sedang menggembalakan domba, mereka melihat suatu cahaya kemilau yang lebih cemerlang dari matahari. Sementara mereka mendekat, mereka melihat seorang “Perempuan Cantik” duduk di atas sebuah batu karang dan menangis, wajahnya dibenamkan ke dalam kedua tangannya. Dengan berurai airmata, perempuan itu berdiri dan berbicara kepada anak-anak dalam dialek Perancis setempat. Ia mengenakan hiasan kepala dengan sebuah mahkota transparan di atasnya dan rangkaian mawar sekelilingnya, gaun yang bersinar dengan cahaya dan alas kaki berpinggiran bunga-bunga mawar. Di lehernya tergantung sebuah salib emas: di salah satu ujung palang salib terdapat sebuah palu serta paku-paku, dan di ujung lainnya terdapat sebuah penjepit. Di sekeliling pundaknya tergantung sebuah rantai yang berat.

Katanya, “Datanglah kepadaku, anak-anakku. Janganlah kalian takut. Aku ada di sini untuk menyampaikan sesuatu yang sangat penting.

Jika umatku tidak taat, aku akan harus terpaksa melepaskan lengan Putraku. Lengan-Nya begitu berat, begitu menekan, hingga aku tak lagi dapat menahannya.

Berapa lama aku telah menderita demi kalian! Jika aku tidak menghendaki Putraku meninggalkan kalian, aku harus memohon dengan sangat kepada-Nya tanpa henti. Tetapi, kalian nyaris tidak mengindahkan hal ini. Tak peduli betapa baiknya kalian berdoa di masa mendatang, tak peduli betapa baiknya kalian berbuat, kalian tidak akan pernah dapat memberikan kepadaku ganti atas apa yang telah aku tanggung demi kalian.

Aku memberikan kepada kalian enam hari untuk bekerja. Hari ketujuh Aku peruntukkan bagi DiriKu Sendiri. Namun, tak seorang pun hendak memberikannya kepada-Ku. Inilah yang menyebabkan lengan Putraku berat menekan.

Mereka yang mengemudikan kereta tak dapat bersumpah serapah tanpa membawa-bawa nama Putraku. Inilah dua hal yang membuat lengan Putraku begitu berat menekan.

Apabila panenan rusak, itu adalah karena kesalahan kalian sendiri. Aku telah memperingatkan kalian tahun lalu lewat kentang-kentang. Kalian mengacuhkannya. Malah sebaliknya, ketika kalian mendapati bahwa kentang-kentang itu telah membusuk, kalian bersumpah serapah, dan kalian mencemarkan nama Putraku. Kentang-kentang itu akan terus rusak, dan pada waktu Natal tahun ini tak akan ada lagi yang tersisa.

Apabila ada pada kalian jagung, maka tak akan ada gunanyalah menabur benih. Binatang-binatang liar akan melahap apa yang kalian tabur. Dan semuanya yang tumbuh akan menjadi debu ketika kalian mengiriknya.

Suatu bencana kelaparan hebat akan datang. Tetapi sebelum itu terjadi, anak-anak di bawah usia tujuh tahun akan diliputi kegentaran dan mati dalam pelukan orangtua mereka. Orang-orang dewasa akan harus membayar hutang dosa-dosa mereka dengan kelaparan. Buah-buah anggur akan menjadi busuk, dan biji-bijian akan menjadi rusak.”

Sungguh, suatu pesan yang serius. Kemudian Bunda Maria mengatakan, “Apabila orang bertobat, maka batu-batu akan menjadi tumpukan gandum, dan kentang-kentang akan didapati tersebar di tanah.”

Lalu ia bertanya kepada anak-anak, “Adakah kalian berdoa dengan baik, anak-anakku?”

“Tidak, kami nyaris tak pernah berdoa sama sekali,” gumam mereka.

“Ah, anak-anakku, sungguh amat penting memanjatkan doa, malam maupun pagi. Apabila kalian tak punya cukup waktu, setidak-tidaknya daraskanlah satu Bapa Kami dan satu Salam Maria. Dan apabila memungkinkan, berdoalah lebih banyak.”

Bunda Maria kemudian kembali kepada penghukuman orang banyak, “Hanya ada sedikit perempuan tua yang pergi ke Misa pada musim panas. Semua lainnya bekerja setiap hari Minggu sepanjang musim panas. Dan pada musim dingin, ketika mereka tidak tahu apa yang harus dilakukan, mereka pergi ke Misa hanya untuk memperolok agama. Sepanjang Masa Prapaskah mereka berkerumun di kedai tukang daging bagaikan anjing-anjing yang kelaparan.”

Ia mengakhirinya dengan mengatakan, “Anak-anakku, kalian akan menyampaikan ini kepada segenap umatku.”

Kemudian ia berjalan pergi, mendaki sebuah jalanan yang tinggi, dan kemudian menghilang dalam cahaya yang cemerlang.

Anak-anak mengulangi kisah ini kepada majikan masing-masing. Ketika orang banyak memastikan bahwa kedua kisah tersebut cocok sama, dan beberapa orang saleh menyimpulkan bahwa ini adalah penampakan Bunda Maria, maka anak-anak dikirim ke imam paroki La Salette. Imam mengisahkan kembali cerita anak-anak pada waktu Misa. Para pejabat pemerintahan memulai suatu penyelidikan dan anak-anak tetap bersikukuh pada kisah mereka walau diancam hukuman penjara. Suatu ketika saat menyelidiki tempat kejadian, seseorang mematahkan sebongkah dari batu karang di mana tadinya Santa Perawan duduk; maka memancarlah suatu sumber mata air di tempat yang tadinya kering terkecuali ketika saat salju mencair. Mata air ini terus memancar dengan berlimpah. Orang mengambil air dari sumber mata air dan memberikannya kepada seorang perempuan yang menderita suatu penyakit serius yang telah menahun; ia meminum sedikit dari air tersebut setiap hari sambil mendaraskan novena, dan pada hari kesembilan, ia disembuhkan!

Kasus ini kemudian disampaikan kepada Uskup Bruillard dari Grenoble, yang memprakarsai suatu penyelidikan yang seksama atas penampakan. Sementara itu, semakin banyak mukjizat penyembuhan yang terjadi. Mukjizat yang terbesar adalah sungguh mukjizat rohani: orang-orang ikut ambil bagian dalam Misa Kudus dengan setia dan mengakukan dosa-dosa mereka secara teratur. Mereka berhenti bekerja pada hari-hari Minggu dan kembali hidup saleh serta penuh devosi.

Ziarah ke tempat ini menjadi semakin populer. Lima tahun kemudian, pada tanggal 19 September 1851, Uskup Bruillard menetapkan bahwa penampakan “memaklumkan dari dirinya sendiri segala tanda-tanda kebenaran dan bahwa umat beriman dibenarkan untuk mempercayainya sebagai dapat dipercaya dan tak diragukan.” Pertobatan sejati telah terjadi.

Tahun berikutnya, suatu komunitas religius baru dibentuk, Misionaris dari La Salette. Juga, Uskup Bruillard meletakkan batu pertama untuk sebuah basilika baru. Para peziarah semakin banyak mengunjungi lokasi penampakan, dan Santa Perawan digelari sebagai “Pendamai orang-orang berdosa” (= Reconcilatrix of sinners). Banyak orang kudus besar berdevosi kepada Santa Perawan Maria dari La Salette, di antaranya St Yohanes Bosco, St Yohanes Vianney, dan St Madeleine Sophie Barat.

Sementara kita merenungkan penampakan ini, pesan Bunda Maria masih sama relevannya dulu dan sekarang: Berapa banyak orang tidak punya waktu untuk Misa hari Minggu, tetapi menyempatkan diri untuk membaca koran, berolah-raga atau pergi shopping? Berapa banyak yang tidak mengakukan dosanya selama bertahun-tahun? Berapa banyak yang biasa mempergunakan nama Tuhan sebagai kata-kata carut-marut yang tidak pantas? Berapa banyak yang tidak berdoa setiap hari? Berapa banyak yang menyenangkan diri dengan hujat-hujat macam The Da Vinci Code? Oh ya, pesannya masih menggema. Dunia dan masing-masing kita membutuhkan pertobatan.

Marilah kita berpaling kepada Santa Perawan Maria dari La Salette dan mendaraskan Memorare kepadanya:

Ingatlah, ya Santa Perawan Maria dari La Salette, Bunda Dukacita sejati, akan airmata yang engkau curahkan bagi kami di Kalvari. Ingatlah pula akan kasih sayang pemeliharaanmu agar kami tetap setia kepada Kristus, Putramu. Setelah berbuat begitu banyak bagi anak-anakmu, engkau tidaklah akan meninggalkan kami sekarang. Terhibur oleh pemikiran yang menenangkan hati ini, kami datang memohon kepadamu, kendati ketidaksetiaan dan tidak tahu terima kasih kami. Perawan Pendamai, janganlah kiranya engkau menolak doa-doa kami, melainkan jadilah perantara kami, perolehkanlah bagi kami rahmat untuk mengasihi Yesus di atas segala-galanya. Kiranya kami boleh menghibur engkau dengan mengamalkan hidup kudus dan dengan demikian boleh ikut ambil bagian dalam hidup kekal yang Kristus perolehkan bagi kami melalui salib-Nya. Amin.

(Dialog seperti tertulis di atas diambil dari “The Lady in Tears,” oleh Msgr. John S. Kennedy dalam A Woman Clothed with the Sun.)


* Fr. Saunders is pastor of Our Lady of Hope Parish in Potomac Falls and professor of catechetics and theology at Christendom's Notre Dame Graduate School in Alexandria.

sumber : “Straight Answers: Our Lady of La Salette” by Fr. William P. Saunders; Arlington Catholic Herald, Inc; Copyright (c) 2006 Arlington Catholic Herald; www.catholicherald.com

Tidak ada komentar: