Senin, 15 September 2008
Santa Perawan Maria dari Guadalupe
12 DESEMBER : ST PERAWAN MARIA GUADALUPE
"Janganlah khawatir mengenai apapun,
bukankah aku ada di sini?
Aku, yang adalah bundamu.
Bukankah engkau ada dalam perlindunganku?"
Bunda Maria dari Guadalupe
Pada subuh yang dingin 9 Desember 1531, seorang petani yang sudah menjadi duda dalam usia 50 tahun, yang belum lama dibaptis dan menggantikan namanya dari “Elang Bernyanyi” menjadi Juan Diego, keluar dari rumahnya di desa Tolpetlac dekat Guauhtitlan Mexico. Ia bergegas pada Sabtu pagi itu menuju Tlatelolco untuk ikut ambil bagian dalam Misa. Ia memang setiap hari menghadiri Misa. Pagi itu ia berjalan melintasi beberapa punggung bukit menuju Tlatelolco dekat Mexico City.
Sementara menyusuri jalan, ia mendengar suara orang menyanyi. Suara seorang perempuan. Dari tempat suara, ia melihat awan putih muncul membentuk pelangi. Tiba-tiba sebuah cahaya muncul dari tengah-tengah awan dan menjadi terang benderang. Ia melihat seorang perempuan yang amat cantik rupawan berdiri di depan awan. Pakaiannya berkilau keemasan.
Juan Diego menunduk dalam sikap berlutut. Perempuan itu kemudian berkata dalam bahasa setempat, bahasa Nahuatl: “Anakku, Juan Diego, kemanakah engkau hendak pergi?” Juan Diego menjawab, “Yang mulia, saya dalam perjalanan menuju gereja di Tlatelolco untuk menghadiri Misa.” Selanjutnya Bunda Maria meminta Juan Diego untuk pergi ke kediaman Uskup dan mengatakan kepadanya bahwa Bunda Maria menginginkan sebuah gereja dibangun di bukit di mana ia menampakkan diri sebagai penghormatan kepadanya.
Juan Diego bergegas ke kediaman Mgr Zumarraga, Uskup Mexico. Ia ragu-ragu, ia menyadari dirinya sebagai seorang Indian yang tak dikenal. Menjelang malam, ia datang kembali ke bukit. Bunda Maria sudah menunggu di sana. Juan minta agar Bunda Maria mengirim orang lain saja untuk menghadap Uskup. Katanya, “Saya hanya seorang yang miskin. Saya merasa tidak layak hadir di tempat Uskup. Maafkan saya, ya Ratu. Saya tidak bermaksud menyakiti hatimu.” Tetapi Bunda Maria menegaskan bahwa ia menghendaki Juan dan bukan orang lain. Sebab itu, keesokan harinya Juan memberanikan diri menghadap Bapa Uskup. Uskup mengajukan sejumlah pertanyaan dan mengatakan bahwa jika benar ia adalah Bunda Allah, maka ia perlu memberi bukti.
Pada tanggal 12 Desember, Bunda Maria menampakkan diri lagi kepada Juan. Ia mengajak Juan Diego mendaki sebuah bukit yang gersang, hanya kaktus dan belukar yang tumbuh di sana. Tetapi, setibanya Juan di sana, bukit itu dipenuhi bunga-bunga mawar segar yang berembun dan harum mewangi. Bunda Maria mengambil mawar-mawar yang telah dipetik dan merangkaikannya di dalam lipatan-lipatan TILMA (= mantol kasar yang dipakai suku Indian di Mexico) Juan.
Ketika Juan tiba di kediaman Uskup, Juan harus menunggu lama karena dihalang-halangi para penjaga yang dengan penuh rasa ingin tahu berusaha mengambil mawar-mawar dari mantol Juan. Namun, begitu mereka mengulurkan tangan, mawar-mawar itu seperti terpateri di mantol Juan sehingga mereka tidak dapat mengambilnya. Di hadapan Uskup, Juan membuka tilmanya dan mawar-mawar pun berjatuhan ke lantai. Di tilma Juan terlukis gambar Bunda Allah dalam pakaian Indian. Tangannya terkatup dalam sikap berdoa, rambutnya yang hitam lembut terurai sampai ke bahunya. Wajahnya bulat oval dengan matanya setengah tertutup. Senyum merekah di bibirnya. Uskup Juan de Zumarraga jatuh berlutut. Airmata mengalir membasahi pipinya ketika ia berdoa mohon ampun karena kurang percaya. Kemudian Uskup membawa tilma Juan Diego ke dalam kapel dan meletakkannya di depan Sakramen Mahakudus.
Di kemudian hari, diadakan penyelidikan yang cermat dan teliti atas lukisan di mantol Juan Diego. Besarnya lukisan itu kurang lebih 1,50 meter. Bunda Maria mengenakan mantol berwarna hijau kebiru-biruan berhiaskan 46 bintang emas, tiap-tiap bintang brujung delapan. Jubah Bunda Maria berwarna merah jambu dengan sulaman bunga-bunga berbenang emas, sangat indah. Tepian leher dan lengan bajunya dilapisi kulit berbulu halus yang putih metah. Sebuah bros dengan salib hitam di tengah-tengah menghiasi lehernya. Di sekeliling tubuhnya bergemerlapanlah gelombang dari cahaya emas di atas latar belakang merah padam. Di pupil mata kanan Bunda Maria tergambar tiga sosok, yaitu Juan Diego, Juan Gonzalez - penerjemah, dan Uskup Zumarraga. Lukisan Santa Perawan Maria dari Guadalupe kini ditempatkan di Basilika Santa Perawan Maria dari Guadalupe di Mexico City yang didirikan pada tahun 1977.
Pada tanggal 12 Oktober 1945 Paus Pius XII mengumumkan Bunda Maria dari Guadalupe sebagai “Ratu semua orang Amerika.”
DOA MOHON PERTOLONGAN SANTA PERAWAN MARIA DARI GUADALUPE
Bunda tercinta, kami mengasihimu.
Kami berterima kasih atas janjimu untuk menolong kami,
bila kami berada dalam kesesakan.
Kami mempercayakan diri ke dalam kasihmu
yang kuasa mengeringkan air mata dan menghibur hati kami.
Ajarilah kami menemukan damai di dalam diri Yesus Puteramu
dan berkatilah kami di sepanjang hari-hari hidup kami.
Tolonglah kami membangun sebuah bait di dalam hati kami.
Jadikanlah bait kami itu seindah bait yang telah dibangun
di atas Gunung Tepeyac bagimu.
Suatu bait penuh penyerahan, pengharapan dan cinta kasih kepada Yesus
yang terus berkembang setiap hari.
Bunda tercinta, Engkau memilih tinggal bersama kami
dengan menghadiahkan gambar dirimu sendiri yang amat ajaib dan suci
pada jubah Juan Diego.
Biarlah kami menikmati kehadiranmu yang penuh kasih itu
apabila kami memandangi wajahmu.
Berilah kami keberanian seperti Juan
untuk menyampaikan pesan pengharapanmu kepada semua orang.
Engkaulah Bunda kami dan sumber inspirasi kami.
Sudi dengarkanlah dan jawablah doa-doa kami.
Amin
3x Salam Maria.
SEKILAS TENTANG JUAN DIEGO
Pada tanggal 9 April 1990 Juan Diego dinyatakan Beato oleh Paus Yohanes Paulus II di Vatikan dan pada tanggal 31 Juli 2002 dinyatakan Santo oleh paus yang sama di Basilika Santa Perawan Maria Guadalupe, Mexico.
Santo Juan Diego dilahirkan pada tahun 1474, di Tlayacac, Cuauhtitlan, sebuah dusun sekitar 14 mil sebelah utara Tenochtitlan (Mexico City). Nama aslinya ialah Cuauhtlatoatzin, artinya “Elang Berbicara”. Ia seorang Indian yang miskin. Apabila berbicara kepada Bunda Maria, Juan Diego menyebut dirinya sebagai “bukan siapa-siapa”. Bunda Maria sering memilih untuk menampakkan diri kepada orang-orang seperti Juan, orang yang bersahaja dan rendah hati.
Sehari-hari Juan bekerja keras di ladang dan juga menganyam tikar. Ia memiliki sepetak tanah dan sebuah gubug kecil di atasnya. Ia menikah, hidup bahagia, tetapi tidak memiliki anak. Antara tahun 1524 dan 1525, ia dan isterinya dibaptis menjadi Katolik dan menerima nama baptis Juan Diego dan Maria Lucia.
Juan Diego adalah seorang yang taat dan saleh, bahkan sebelum dibaptis. Ia penyendiri, karakternya tertutup, cenderung tenggelam dalam keheningan, sering bermati raga dan biasa berjalan kaki dari dusunnya ke Tenochtitlan sejauh ± 14 mil (= 22,5 km), untuk menerima pelajaran iman Katolik. Isterinya, Maria Lucia, jatuh sakit dan meninggal dunia pada tahun 1529. Juan Diego kemudian pindah dan tinggal bersama pamannya, Juan Bernardino, di Tolpetlac, yang lebih dekat jaraknya dari gereja Tenochtitlan.
Juan Diego biasa berangkat pagi-pagi sekali sebelum fajar menyingsing, agar tidak terlambat mengikuti Misa di gereja dan kemudian mengikuti pelajaran agama. Ia berjalan bertelanjang kaki, sama seperti orang-orang Indian miskin lainnya. Hanya orang-orang Aztec yang mampu saja yang memakai sandal yang terbuat dari serat tumbuh-tumbuhan atau kulit. Jika udara pagi dingin menusuk, Juan Diego biasa mengenakan kain kasar yang ditenun dari serat kaktus sebagai mantol, yang disebut tilma. Kain katun hanya dipakai oleh orang Aztec yang lebih berada.
Di salah satu perjalannya menuju gereja, yang kurang lebih memakan waktu tiga setengah jam melewati desa-desa dan bukit-bukit, Santa Perawan Maria menampakkan diri dan berbicara kepadanya untuk pertama kalinya! Bunda Maria menyapanya dengan sebutan “Juanito”, artinya “Juan, anakku terkasih. Saat penampakan, usia Juan Diego 57 tahun; usia yang cukup lanjut pada masa itu di mana kebanyakan orang hanya berusia ± 40 tahun.
Setelah penampakan Guadalupe, Juan Diego menyerahkan semua usaha dan harta milik kepada pamannya. Kemudian ia sendiri tinggal di sebuah kamar di samping kapel di mana lukisan suci Bunda Maria disimpan. Juan Diego sangat mencintai Sakramen Ekaristi; dengan ijin khusus dari uskup, ia diperkenankan menyambut Komuni Kudus tiga kali seminggu, sesuatu yang tidak lazim pada masa itu. Ia menghabiskan sisa hidupnya untuk mewartakan berita penampakan kepada orang-orang sebangsanya.
Juan Diego wafat pada tanggal 30 Mei 1548 dalam usia 74 tahun. Paus Yohanes Paulus II memuji Juan Diego karena imannya yang bersahaja, yang senantiasa terpelihara oleh ajaran agama. Paus menetapkannya sebagai teladan kerendahan hati bagi kita semua.
Santa Perawan Maria dari Guadalupe
oleh: P. William P. Saunders *
Bagaimana dengan gambar Santa Perawan Maria dari Guadalupe? Adakah bukti ilmiah mengenainya?
~ seorang pembaca di Arlington
Sebelum membahas gambar Santa Perawan Maria dari Guadalupe, baiklah pertama-tama kita mengingat kembali kisahnya yang indah.
Kisah dimulai pada dini hari tanggal 9 Desember 1531, ketika Juan Diego, seorang petani Indian berusia 57 tahun, sedang berjalan menyusuri jalan setapak Bukit Tepeyac di pinggiran Mexico City. Patut diingat bahwa baru sepuluh tahun sebelumnya, Hernan Cortez menaklukkan Mexico City. Pada tahun 1523, para misionaris Fransiskan datang mewartakan Injil kepada masyarakat Indian. Para misionaris ini berhasil gemilang hingga Keuskupan Mexico City didirikan pada tahun 1528. (Patut diingat juga bahwa Jamestown, koloni Inggris permanen yang pertama, baru didirikan pada tahun 1607.) Juan Diego dan banyak dari kalangan sanak saudaranya termasuk di antara orang-orang pertama yang dipertobatkan dalam iman. Ia dibaptis dengan nama “Juan Diego” pada tahun 1525 bersama isterinya, Maria Lucia, dan pamannya Juan Bernardino.
Kita juga jangan lupa bahwa Juan Diego tumbuh dewasa di bawah penindasan Aztec. Praktek keagamaan Aztec, termasuk kurban manusia, memainkan peranan yang penting dan menarik dalam kisah ini. Setiap kota utama Aztec mempunyai sebuah kuil piramid, sekitar 100 kaki tingginya, di mana di atasnya didirikan sebuah altar. Di atas altar ini, para imam Aztec mempersembahkan kurban manusia kepada dewa Huitzilopochtli, yang disebut “Penggemar Jantung dan Penegak Darah,” dengan memotong dan merenggut keluar jantung yang berdenyut dari para kurbannya, pada umumnya laki-laki dewasa, tetapi seringkali pula kanak-kanak. Para imam mengunjukkan tinggi-tinggi jantung yang berdenyut itu agar dapat dilihat semua orang, meminum darahnya, menendang tubuh yang tak bernyawa itu hingga terlempar ke bawah tangga piramid, dan kemudian memotong kedua tangan dan kaki kurban, lalu memakan dagingnya. Mengingat Aztec menguasai 371 kota dan hukum menuntut 1.000 kurban manusia bagi setiap kota dengan sebuah kuil piramid, maka lebih dari 50.000 manusia dikurbankan setiap tahunnya. Di samping itu, ahli sejarah Mexico kuno, Ixtlilxochitl, memperkirakan bahwa satu dari setiap lima kanak-kanak menjadi kurban dari praktek keagamaan yang haus darah ini.
Pada tahun 1487, ketika Juan Diego baru berusia tigabelas tahun, ia harus menjadi saksi atas suatu peristiwa yang paling mengerikan: Tlacaellel, seorang pemimpin Aztec yang berusia 89 tahun, meresmikan kuil piramid matahari yang baru, yang dipersembahkan kepada dua dewa utama dari dewa-dewa Aztec - Huitzilopochtli dan Tezcatlipoca, (dewa neraka dan kegelapan) - di pusat Tenochtitlan (kelak Mexico City). Kuil piramid ini 100 kaki tingginya dengan 114 anak tangga untuk mencapai puncaknya. Lebih dari 80.000 laki-laki dikurbankan sepanjang suatu periode empat hari empat malam lamanya. Orang hanya dapat membayangkan curahan darah dan tumpukan mayat dari kurban yang demikian. (Sementara jumlah kurban tampak mencengangkan, bukti menyatakan bahwa dibutuhkan hanya 15 detik saja untuk memotong jantung keluar dari setiap kurban.)
Pada tahun 1520, Hernan Cortes melarang kurban manusia. Ia menyingkirkan kedua berhala dari kuil piramid, membersihkan bebatuannya dari darah dan mendirikan sebuah altar yang baru. Cortes, pasukannya dan P Olmedo kemudian mendaki anak-anak tangga dengan Salib Suci dan lukisan Santa Perawan Maria dan St Kristoforus. Di atas altar baru ini, P Olmedo mempersembahkan kurban Misa Kudus. Di atas apa yang dulunya merupakan tempat kurban kafir yang keji, sekarang dipersembahkan kurban tak berdarah, yang sejati dan abadi dari Tuhan kita. Tetapi, tindakan ini memicu suatu perang habis-habisan dengan kaum Aztec, yang pada akhirnya berhasil dimenangkan oleh Cortes pada bulan Agustus 1521.
Sekarang kembali ke kisah kita. Pagi hari itu, 9 Desember 1531, Juan Diego sedang dalam perjalanan ke Misa; pada waktu itu 9 Desember adalah Hari Raya Santa Perawan Maria Dikandung Tanpa Dosa di seluruh Kerajaan Spanyol. Sementara ia menyusuri jalanan di Bukit Tepeyac, ia mulai mendengar suatu alunan musik nan merdu, dan ia melihat seorang perempuan cantik rupawan, yang memanggil namanya, “Juanito, Juan Dieguito.” Ia datang mendekat, dan perempuan itu mengatakan,
“Ketahuilah dengan pasti, engkau yang terkecil dari antara putera-puteraku, bahwa aku adalah Santa Maria yang sempurna dan perawan selamanya, Bunda Yesus, Allah yang benar, melalui Siapa segala sesuatu hidup, Tuhan dari segala yang dekat dan yang jauh, Tuhan atas surga dan bumi. Adalah kerinduanku yang sungguh agar sebuah bait didirikan di sini demi menghormatiku. Di sinilah aku akan menunjukkan, aku akan menyatakan, aku akan memberikan segenap cintaku, segenap belas kasihku, pertolonganku dan perlindunganku kepada manusia. Aku adalah Bundamu yang berbelas kasihan, Bunda yang berbelas kasihan dari kalian semua yang tinggal bersatu di negeri ini, dan dari segenap umat manusia, dari segenap mereka yang mengasihiku, dari mereka yang berseru kepadaku, dari mereka yang mencariku, dan dari mereka yang menaruh kepercayaannya kepadaku. Di sinilah aku akan mendengar tangis mereka, keluh-kesah mereka, dan akan menolong serta meringankan segala macam penderitaan, kebutuhan dan kemalangan mereka.”
Ia mengatakan kepada Juan Diego untuk menyampaikan kepada Uskup Zumarraga perihal keinginannya agar sebuah gereja didirikan di tempat itu. Menurut tradisi, Juan Diego mempertanyakan nama Bunda Maria. Ia menjawab dalam bahasa ibu Juan Diego, bahasa Nahuatl, “Tlecuatlecupe,” yang artinya “ia yang meremukkan kepala ular” (referensi yang jelas menunjuk pada Kitab Kejadian 3:15 dan mungkin pada simbol utama kepercayaan Aztec). “Tlecuatlecupe” apabila diucapkan dengan lafal yang benar, bunyinya sungguh mirip dengan “Guadalupe.” Sebab itu, ketika Juan Diego menyampaikan kepada Uskup Zumarraga mengenai nama perempuan itu dalam bahasa ibunya, kemungkinan ia keliru dengan “Guadalupe” nama Spanyol yang familiar, sebuah kota yang terkenal dengan tempat ziarah Bunda Maria.
Uskup Zumarraga adalah seorang yang saleh, tulus hati dan penuh belas kasihan. Ia mendirikan rumah sakit yang pertama, perpustakaan dan universitas di Amerika. Ia juga adalah Pelindung Orang-orang Indian, yang diserahi kepercayaan oleh Kaisar Charles V untuk menjalankan dekritnya yang dikeluarkan pada bulan Agustus 1530, yang memaklumkan, “Tak seorang pun diperbolehkan menjadikan seorang Indian sebagai budak belian baik dalam keadaan perang maupun dalam keadaan damai. Entah dengan barter, dengan membeli, dengan perdagangan, atau sebab maupun alasan lain apapun.” (Patut dicatat bahwa pada tahun 1537, Paus Paulus III mengutuk serta melarang perbudakan suku Indian Amerika.) Namun demikian, Uskup Zumarraga mendengarkan Juan Diego dengan sabar dan mengatakan bahwa ia akan memikirkan hal itu, dapat dimaklumi bahwa ia meragukan kisah yang demikian.
Juan Diego kembali ke Tepeyac dan melaporkan tanggapan uskup. Maria menyuruhnya untuk mencoba lagi. Maka, hari berikutnya, Juan Diego kembali ke kediaman uskup. Walau kali ini lebih sulit menemui Bapa Uskup, Juan Diego berhasil juga dalam niatnya, dan uskup sekali lagi mendengarkannya dengan sabar. Uskup meminta Juan Diego untuk membawa suatu tanda dari Bunda Maria guna membuktikan kebenaran kisahnya. Lagi, Juan Diego melaporkan hal ini kepada Bunda Maria, yang menyuruhnya untuk kembali lagi keesokan harinya guna menerima suatu “tanda” bagi uskup.
Keesokan harinya, tanggal 11 Desember, Juan Diego menghabiskan waktu dengan merawat pamannya, Juan Bernardino, yang sakit parah. Pamannya meminta Juan Diego untuk pergi memanggil seorang imam yang akan mendengarkan pengakuan dosanya dan melayani Sakramen Terakhir baginya. Pada tanggal 12 Desember, Juan Diego berangkat lagi, tetapi ia menghindari Bukit Tepeyac, sebab ia amat malu bahwa ia tidak kembali hari sebelumnya seperti yang diminta Bunda Maria. Sementara ia mengambil jalan memutar, Bunda Maria menghentikannya dan mengatakan, “Dengarkanlah dan camkanlah dalam hatimu, putera kecilku yang terkasih: janganlah biarkan suatupun mengecilkan hatimu, suatupun menyedihkanmu. Janganlah biarkan suatupun mengubah hatimu ataupun wajahmu. Juga, janganlah engkau khawatir akan penyakit atau muram, gelisah atau susah. Bukankah aku ada di sini; aku yang adalah Bundamu? Tidakkah engkau ada dalam naungan dan perlindunganku? Bukankah aku sumber hidupmu? Tidakkah engkau ada dalam naungan mantolku, dalam dekapan pelukanku? Adakah sesuatu lainnya yang engkau butuhkan?” Bunda Maria meyakinkan Juan Diego bahwa pamannya tidak akan meninggal dunia; sesungguhnya, kesehatannya telah dipulihkan kembali.
Sebagai tanda bagi uskup, Maria meminta Juan Diego untuk pergi ke puncak bukit dan memetik bunga-bunga. Maka, pergilah ia ke puncak bukit yang kering dan gersang itu - tempat di mana hanya kaktus tumbuh - dan mendapati bunga-bunga mawar seperti yang tumbuh di Castille, tetapi tak didapati di Mexico. Ia mengumpulkan bunga-bunga mawar dalam tilmanya, yaitu suatu mantol seperti poncho, dan membawanya kepada Maria yang menatanya dan memintanya untuk menyampaikannya kepada uskup.
Juan Diego kemudian berangkat kembali menuju kediaman Uskup Zumarraga. Setelah menanti beberapa saat untuk menghadap, ia mengulangi pesan kepada uskup dan membuka tilmanya untuk menyampaikan bunga-bunga mawar. Uskup melihat tidak hanya bunga-bunga cantik, melainkan juga gambar indah Santa Perawan Maria dari Guadalupe. Uskup Zumarraga mencucurkan airmata melihat Bunda Maria dan memohon pengampunan karena kurang percaya. Ia mengambil tilma dan menempatkannya di altar dalam kapelnya. Pada Hari Raya Natal pada tahun itu, sebuah bangunan dari bata didirikan di puncak Bukit Tepeyac demi menghormati Bunda Maria, Santa Perawan dari Guadalupe, dan diresmikan pada tanggal 26 Desember 1531, pada Pesta St Stefanus, Martir Pertama.
Sejak tahun 1929, Gereja mengijinkan berbagai penelitian ilmiah dilakukan atas tilma. Penelitian-penelitian paling awal mendapati adanya pantulan gambar pada kedua pupil mata Bunda Maria, yaitu sosok Juan Diego dan dua orang lainnya (kemungkinan yang seorang adalah sosok Juan Gonzalez, penerjemah bagi Uskup Zumarraga). Gambar tersebut agak sedikit mengalami distorsi, karena lengkungan alamiah dari kornea dan lensa mata. Penemuan ini telah berulang kali diperkuat kebenarannya. Yang menarik, Dr. Charles Wahlig, seorang ahli ilmu fisika nuklir, mengemukakan bahwa Bunda Maria pastilah hadir secara tidak kelihatan ketika Juan Diego menyampaikan bunga-bunga mawar kepada Uskup Zumarraga dan bahwa tilma berfungsi sebagai suatu piringan fotografis yang menangkap gambar Santa Perawan beserta pantulan gambar ketiga orang itu pada kedua matanya.
Penelitian-penelitian menggunakan infra merah juga menyingkapkan fenomena lain yang tak dapat dijelaskan: Gambar di tilma tidak dilukis, dan warnanya tidak menembus serat-serat tilma seperti halnya cat. Tilma yang ditenun dari serat-serat yang tidak biasa seperti itu, juga menghasilkan suatu permukaan yang kasar sehingga lukisan sesederhana apapun pastilah akan mengalami distorsi, padahal gambar yang ada di sana sungguh jelas dan tak ada distorsi.
Di samping itu, semestinya tilma pastilah sudah lama rusak. Tilma tidak dilapisi lapisan pelindung. Semua yang berasal dari serat kaktus pastilah akan rusak dalam jangka waktu 100 tahun, teristimewa apabila tidak terlindung dari polusi, nyala lilin, dan serupa itu. Walau demikian, tilma tetap seperti semula.
Dr. Philip C. Callahan, seorang ahli biologi, berkesimpulan, “Gambar asli termasuk jubah merah muda, mantol biru, tangan dan wajah … sungguh tak dapat dijelaskan. Sepanjang penelitian infra merah ini, tak mungkin dijelaskan baik jenis pigmen warna yang dipergunakan maupun keawetan dari ketajaman warna dan kecemerlangan pigmen selama berabad-abad. Lagipula, apabila mempertimbangkan fakta bahwa tak didapati lapisan pelindung apapun, dan bahwa tenunan serat itu sendiri dipergunakan untuk memberikan kedalaman gambar, tak ada penjelasan mengenai gambar itu yang mungkin diberikan berdasarkan teknik-teknik infra merah. Sungguh luar biasa bahwa selama lebih dari empat abad, tak didapati pudar atau retak dalam gambar asli sedikitpun dari tilma, yang tanpa lapisan pelindung, yang semestinya telah rusak berabad-abad yang lalu” (Mary of the Americas 92).
Gambar Santa Perawan Maria dari Guadalupe juga kaya akan simbolisme. Gambar Bunda Maria dikelilingi oleh sinar cemerlang, berdiri di atas bulan, dan dengan bintang-bintang di mantolnya mencerminkan gambaran yang didapati dalam Kitab Wahyu, “Tampaklah suatu tanda besar di langit: Seorang perempuan berselubungkan matahari, dengan bulan di bawah kakinya dan sebuah mahkota dari dua belas bintang di atas kepalanya” (12:1).
Ini merupakan juga simbol dari kemenangan ilahi atas agama kafir. Sinar matahari adalah simbol dari dewa Aztec Huitzilopochtle. Sebab itu, Bunda Maria berdiri di depan sinar matahari menunjukkan bahwa ia memaklumkan Allah yang benar, yang lebih besar dari Huitzilopochtle dan yang mengungguli kuasanya.
Bunda Maria juga berdiri di atas bulan. Bulan melambangkan malam dan kegelapan, dan ini berhubungan dengan dewa Tezcatlipoca. Lagi, Bunda Maria berdiri di atas bulan memaklumkan kemenangan ilahi atas kejahatan.
Di samping itu, dalam ikonografi Kristiani, bulan sabit di bawah kaki Bunda Maria juga melambangkan keperawanan yang tetap selamanya dan ini berhubungan dengan Santa Perawan Maria Dikandung Tanpa Dosa dan Santa Perawan Maria Diangkat ke Surga.
Bintang-bintang di mantolnya menyatakan bahwa ia datang dari surga, sebagai Ratu dan Bunda yang mengasihi. Yang menarik, penelitian yang dilakukan oleh P Mario Sanches dan Dr. Juan Hernandez Illescas dari Mexico membuktikan bahwa bintang-bintang di mantol tampak persis sama seperti keadaannya di langit sebelum fajar pada dini hari tanggal 12 Desember 1531.
Wajah Bunda Maria, dengan warna kulitnya, rambut dan mata berwarna gelap, mencerminkan sosok seorang Indian. Kedua matanya juga memandang ke bawah, mengungkapkan kerendahan hati dan belas kasihan. Pula, dalam ikonografi Indian, seorang dewa memandang lurus ke depan dengan mata terbuka lebar; jadi, gambar di sini menunjukkan bahwa Maria tidak mengklaim diri sebagai Tuhan, melainkan hanya sebagai utusan-Nya dan sebagai Bunda yang mengasihi.
Bunda Maria didukung oleh seorang malaikat, lambang kerajaan di kalangan bangsa Indian. Sebagian orang menafsirkan gambar ini sebagai suatu tanda bahwa Bunda Maria memaklumkan suatu era baru yang akan datang.
Busana Bunda Maria juga memiliki makna istimewa. Warna merah muda dari gaun Bunda Maria memiliki dua penafsiran, sebagai lambang fajar dari suatu era yang baru, atau sebagai tanda kemartiran iman. Bros emas di bawah lehernya melambangkan kekudusan. Dan yang terakhir, pita sekeliling pinggangnya adalah lambang keperawanan. Namun demikian, pita yang bersimpul ini memiliki beberapa makna lainnya dalam budaya Indian Asli: pita bersimpul ini adalah nahui ollin, bunga dari matahari, yang adalah simbol kelimpahan, kesuburan dan kehidupan baru. Letak pita yang tinggi dan perut Bunda Maria yang tampak membuncit membuat sebagian orang berkesimpulan bahwa ia sedang mengandung.
Tentu saja, tilma telah menjadi sumber devosi, teristimewa bagi masyarakat Mexico. Kejahatan berusaha menguasai, namun gagal. Sebagai misal, pada tahun 1921, dalam masa pemerintahan Jenderal Calles yang fanatik, yang melarang ke-Katolik-an, sebuah bom ditanam dalam basilika dengan tujuan menghancurkan tilma. Bom diperlemah hingga menghancurkan altar pualam di bawah tilma, memporak-porandakan jendela-jendela dan membengkokkan salib altar yang terbuat dari perunggu tebal. Meski begitu, tilma dan bahkan kaca pelindungnya sama sekali tak tersentuh. Sama seperti penampakan Maria menyatakan kemenangan agama sejati atas kekafiran yang haus darah dari kaum Aztec, bahkan dalam perkara ini, Bunda Maria menaklukkan kuasa kejahatan.
Sekarang, ribuan peziarah pergi ke Guadalupe demi menghormati gambar suci. Umat Katolik Hispanic mempunyai devosi yang istimewa kepada Santa Perawan Maria dari Guadalupe, dan Bunda Maria memang sungguh layak menerima penghormatan dari semua orang yang tinggal di Amerika maupun di seluruh dunia! Untuk informasi lebih lanjut, buku-buku berikut ini sungguh menarik untuk dibaca: Our Lady of Guadalupe and the Conquest of Darkness oleh Dr. Warren Carroll, dan Mary of the Americas oleh Father Christopher Rengers.
* Fr. Saunders is pastor of Our Lady of Hope Parish in Potomac Falls and a professor of catechetics and theology at Notre Dame Graduate School in Alexandria.
sumber : “Straight Answers: Our Lady of Guadalupe” by Fr. William P. Saunders; Arlington Catholic Herald, Inc; Copyright ©2004 Arlington Catholic Herald. All
12 DESEMBER : ST PERAWAN MARIA GUADALUPE
"Janganlah khawatir mengenai apapun,
bukankah aku ada di sini?
Aku, yang adalah bundamu.
Bukankah engkau ada dalam perlindunganku?"
Bunda Maria dari Guadalupe
Pada subuh yang dingin 9 Desember 1531, seorang petani yang sudah menjadi duda dalam usia 50 tahun, yang belum lama dibaptis dan menggantikan namanya dari “Elang Bernyanyi” menjadi Juan Diego, keluar dari rumahnya di desa Tolpetlac dekat Guauhtitlan Mexico. Ia bergegas pada Sabtu pagi itu menuju Tlatelolco untuk ikut ambil bagian dalam Misa. Ia memang setiap hari menghadiri Misa. Pagi itu ia berjalan melintasi beberapa punggung bukit menuju Tlatelolco dekat Mexico City.
Sementara menyusuri jalan, ia mendengar suara orang menyanyi. Suara seorang perempuan. Dari tempat suara, ia melihat awan putih muncul membentuk pelangi. Tiba-tiba sebuah cahaya muncul dari tengah-tengah awan dan menjadi terang benderang. Ia melihat seorang perempuan yang amat cantik rupawan berdiri di depan awan. Pakaiannya berkilau keemasan.
Juan Diego menunduk dalam sikap berlutut. Perempuan itu kemudian berkata dalam bahasa setempat, bahasa Nahuatl: “Anakku, Juan Diego, kemanakah engkau hendak pergi?” Juan Diego menjawab, “Yang mulia, saya dalam perjalanan menuju gereja di Tlatelolco untuk menghadiri Misa.” Selanjutnya Bunda Maria meminta Juan Diego untuk pergi ke kediaman Uskup dan mengatakan kepadanya bahwa Bunda Maria menginginkan sebuah gereja dibangun di bukit di mana ia menampakkan diri sebagai penghormatan kepadanya.
Juan Diego bergegas ke kediaman Mgr Zumarraga, Uskup Mexico. Ia ragu-ragu, ia menyadari dirinya sebagai seorang Indian yang tak dikenal. Menjelang malam, ia datang kembali ke bukit. Bunda Maria sudah menunggu di sana. Juan minta agar Bunda Maria mengirim orang lain saja untuk menghadap Uskup. Katanya, “Saya hanya seorang yang miskin. Saya merasa tidak layak hadir di tempat Uskup. Maafkan saya, ya Ratu. Saya tidak bermaksud menyakiti hatimu.” Tetapi Bunda Maria menegaskan bahwa ia menghendaki Juan dan bukan orang lain. Sebab itu, keesokan harinya Juan memberanikan diri menghadap Bapa Uskup. Uskup mengajukan sejumlah pertanyaan dan mengatakan bahwa jika benar ia adalah Bunda Allah, maka ia perlu memberi bukti.
Pada tanggal 12 Desember, Bunda Maria menampakkan diri lagi kepada Juan. Ia mengajak Juan Diego mendaki sebuah bukit yang gersang, hanya kaktus dan belukar yang tumbuh di sana. Tetapi, setibanya Juan di sana, bukit itu dipenuhi bunga-bunga mawar segar yang berembun dan harum mewangi. Bunda Maria mengambil mawar-mawar yang telah dipetik dan merangkaikannya di dalam lipatan-lipatan TILMA (= mantol kasar yang dipakai suku Indian di Mexico) Juan.
Ketika Juan tiba di kediaman Uskup, Juan harus menunggu lama karena dihalang-halangi para penjaga yang dengan penuh rasa ingin tahu berusaha mengambil mawar-mawar dari mantol Juan. Namun, begitu mereka mengulurkan tangan, mawar-mawar itu seperti terpateri di mantol Juan sehingga mereka tidak dapat mengambilnya. Di hadapan Uskup, Juan membuka tilmanya dan mawar-mawar pun berjatuhan ke lantai. Di tilma Juan terlukis gambar Bunda Allah dalam pakaian Indian. Tangannya terkatup dalam sikap berdoa, rambutnya yang hitam lembut terurai sampai ke bahunya. Wajahnya bulat oval dengan matanya setengah tertutup. Senyum merekah di bibirnya. Uskup Juan de Zumarraga jatuh berlutut. Airmata mengalir membasahi pipinya ketika ia berdoa mohon ampun karena kurang percaya. Kemudian Uskup membawa tilma Juan Diego ke dalam kapel dan meletakkannya di depan Sakramen Mahakudus.
Di kemudian hari, diadakan penyelidikan yang cermat dan teliti atas lukisan di mantol Juan Diego. Besarnya lukisan itu kurang lebih 1,50 meter. Bunda Maria mengenakan mantol berwarna hijau kebiru-biruan berhiaskan 46 bintang emas, tiap-tiap bintang brujung delapan. Jubah Bunda Maria berwarna merah jambu dengan sulaman bunga-bunga berbenang emas, sangat indah. Tepian leher dan lengan bajunya dilapisi kulit berbulu halus yang putih metah. Sebuah bros dengan salib hitam di tengah-tengah menghiasi lehernya. Di sekeliling tubuhnya bergemerlapanlah gelombang dari cahaya emas di atas latar belakang merah padam. Di pupil mata kanan Bunda Maria tergambar tiga sosok, yaitu Juan Diego, Juan Gonzalez - penerjemah, dan Uskup Zumarraga. Lukisan Santa Perawan Maria dari Guadalupe kini ditempatkan di Basilika Santa Perawan Maria dari Guadalupe di Mexico City yang didirikan pada tahun 1977.
Pada tanggal 12 Oktober 1945 Paus Pius XII mengumumkan Bunda Maria dari Guadalupe sebagai “Ratu semua orang Amerika.”
DOA MOHON PERTOLONGAN SANTA PERAWAN MARIA DARI GUADALUPE
Bunda tercinta, kami mengasihimu.
Kami berterima kasih atas janjimu untuk menolong kami,
bila kami berada dalam kesesakan.
Kami mempercayakan diri ke dalam kasihmu
yang kuasa mengeringkan air mata dan menghibur hati kami.
Ajarilah kami menemukan damai di dalam diri Yesus Puteramu
dan berkatilah kami di sepanjang hari-hari hidup kami.
Tolonglah kami membangun sebuah bait di dalam hati kami.
Jadikanlah bait kami itu seindah bait yang telah dibangun
di atas Gunung Tepeyac bagimu.
Suatu bait penuh penyerahan, pengharapan dan cinta kasih kepada Yesus
yang terus berkembang setiap hari.
Bunda tercinta, Engkau memilih tinggal bersama kami
dengan menghadiahkan gambar dirimu sendiri yang amat ajaib dan suci
pada jubah Juan Diego.
Biarlah kami menikmati kehadiranmu yang penuh kasih itu
apabila kami memandangi wajahmu.
Berilah kami keberanian seperti Juan
untuk menyampaikan pesan pengharapanmu kepada semua orang.
Engkaulah Bunda kami dan sumber inspirasi kami.
Sudi dengarkanlah dan jawablah doa-doa kami.
Amin
3x Salam Maria.
SEKILAS TENTANG JUAN DIEGO
Pada tanggal 9 April 1990 Juan Diego dinyatakan Beato oleh Paus Yohanes Paulus II di Vatikan dan pada tanggal 31 Juli 2002 dinyatakan Santo oleh paus yang sama di Basilika Santa Perawan Maria Guadalupe, Mexico.
Santo Juan Diego dilahirkan pada tahun 1474, di Tlayacac, Cuauhtitlan, sebuah dusun sekitar 14 mil sebelah utara Tenochtitlan (Mexico City). Nama aslinya ialah Cuauhtlatoatzin, artinya “Elang Berbicara”. Ia seorang Indian yang miskin. Apabila berbicara kepada Bunda Maria, Juan Diego menyebut dirinya sebagai “bukan siapa-siapa”. Bunda Maria sering memilih untuk menampakkan diri kepada orang-orang seperti Juan, orang yang bersahaja dan rendah hati.
Sehari-hari Juan bekerja keras di ladang dan juga menganyam tikar. Ia memiliki sepetak tanah dan sebuah gubug kecil di atasnya. Ia menikah, hidup bahagia, tetapi tidak memiliki anak. Antara tahun 1524 dan 1525, ia dan isterinya dibaptis menjadi Katolik dan menerima nama baptis Juan Diego dan Maria Lucia.
Juan Diego adalah seorang yang taat dan saleh, bahkan sebelum dibaptis. Ia penyendiri, karakternya tertutup, cenderung tenggelam dalam keheningan, sering bermati raga dan biasa berjalan kaki dari dusunnya ke Tenochtitlan sejauh ± 14 mil (= 22,5 km), untuk menerima pelajaran iman Katolik. Isterinya, Maria Lucia, jatuh sakit dan meninggal dunia pada tahun 1529. Juan Diego kemudian pindah dan tinggal bersama pamannya, Juan Bernardino, di Tolpetlac, yang lebih dekat jaraknya dari gereja Tenochtitlan.
Juan Diego biasa berangkat pagi-pagi sekali sebelum fajar menyingsing, agar tidak terlambat mengikuti Misa di gereja dan kemudian mengikuti pelajaran agama. Ia berjalan bertelanjang kaki, sama seperti orang-orang Indian miskin lainnya. Hanya orang-orang Aztec yang mampu saja yang memakai sandal yang terbuat dari serat tumbuh-tumbuhan atau kulit. Jika udara pagi dingin menusuk, Juan Diego biasa mengenakan kain kasar yang ditenun dari serat kaktus sebagai mantol, yang disebut tilma. Kain katun hanya dipakai oleh orang Aztec yang lebih berada.
Di salah satu perjalannya menuju gereja, yang kurang lebih memakan waktu tiga setengah jam melewati desa-desa dan bukit-bukit, Santa Perawan Maria menampakkan diri dan berbicara kepadanya untuk pertama kalinya! Bunda Maria menyapanya dengan sebutan “Juanito”, artinya “Juan, anakku terkasih. Saat penampakan, usia Juan Diego 57 tahun; usia yang cukup lanjut pada masa itu di mana kebanyakan orang hanya berusia ± 40 tahun.
Setelah penampakan Guadalupe, Juan Diego menyerahkan semua usaha dan harta milik kepada pamannya. Kemudian ia sendiri tinggal di sebuah kamar di samping kapel di mana lukisan suci Bunda Maria disimpan. Juan Diego sangat mencintai Sakramen Ekaristi; dengan ijin khusus dari uskup, ia diperkenankan menyambut Komuni Kudus tiga kali seminggu, sesuatu yang tidak lazim pada masa itu. Ia menghabiskan sisa hidupnya untuk mewartakan berita penampakan kepada orang-orang sebangsanya.
Juan Diego wafat pada tanggal 30 Mei 1548 dalam usia 74 tahun. Paus Yohanes Paulus II memuji Juan Diego karena imannya yang bersahaja, yang senantiasa terpelihara oleh ajaran agama. Paus menetapkannya sebagai teladan kerendahan hati bagi kita semua.
Santa Perawan Maria dari Guadalupe
oleh: P. William P. Saunders *
Bagaimana dengan gambar Santa Perawan Maria dari Guadalupe? Adakah bukti ilmiah mengenainya?
~ seorang pembaca di Arlington
Sebelum membahas gambar Santa Perawan Maria dari Guadalupe, baiklah pertama-tama kita mengingat kembali kisahnya yang indah.
Kisah dimulai pada dini hari tanggal 9 Desember 1531, ketika Juan Diego, seorang petani Indian berusia 57 tahun, sedang berjalan menyusuri jalan setapak Bukit Tepeyac di pinggiran Mexico City. Patut diingat bahwa baru sepuluh tahun sebelumnya, Hernan Cortez menaklukkan Mexico City. Pada tahun 1523, para misionaris Fransiskan datang mewartakan Injil kepada masyarakat Indian. Para misionaris ini berhasil gemilang hingga Keuskupan Mexico City didirikan pada tahun 1528. (Patut diingat juga bahwa Jamestown, koloni Inggris permanen yang pertama, baru didirikan pada tahun 1607.) Juan Diego dan banyak dari kalangan sanak saudaranya termasuk di antara orang-orang pertama yang dipertobatkan dalam iman. Ia dibaptis dengan nama “Juan Diego” pada tahun 1525 bersama isterinya, Maria Lucia, dan pamannya Juan Bernardino.
Kita juga jangan lupa bahwa Juan Diego tumbuh dewasa di bawah penindasan Aztec. Praktek keagamaan Aztec, termasuk kurban manusia, memainkan peranan yang penting dan menarik dalam kisah ini. Setiap kota utama Aztec mempunyai sebuah kuil piramid, sekitar 100 kaki tingginya, di mana di atasnya didirikan sebuah altar. Di atas altar ini, para imam Aztec mempersembahkan kurban manusia kepada dewa Huitzilopochtli, yang disebut “Penggemar Jantung dan Penegak Darah,” dengan memotong dan merenggut keluar jantung yang berdenyut dari para kurbannya, pada umumnya laki-laki dewasa, tetapi seringkali pula kanak-kanak. Para imam mengunjukkan tinggi-tinggi jantung yang berdenyut itu agar dapat dilihat semua orang, meminum darahnya, menendang tubuh yang tak bernyawa itu hingga terlempar ke bawah tangga piramid, dan kemudian memotong kedua tangan dan kaki kurban, lalu memakan dagingnya. Mengingat Aztec menguasai 371 kota dan hukum menuntut 1.000 kurban manusia bagi setiap kota dengan sebuah kuil piramid, maka lebih dari 50.000 manusia dikurbankan setiap tahunnya. Di samping itu, ahli sejarah Mexico kuno, Ixtlilxochitl, memperkirakan bahwa satu dari setiap lima kanak-kanak menjadi kurban dari praktek keagamaan yang haus darah ini.
Pada tahun 1487, ketika Juan Diego baru berusia tigabelas tahun, ia harus menjadi saksi atas suatu peristiwa yang paling mengerikan: Tlacaellel, seorang pemimpin Aztec yang berusia 89 tahun, meresmikan kuil piramid matahari yang baru, yang dipersembahkan kepada dua dewa utama dari dewa-dewa Aztec - Huitzilopochtli dan Tezcatlipoca, (dewa neraka dan kegelapan) - di pusat Tenochtitlan (kelak Mexico City). Kuil piramid ini 100 kaki tingginya dengan 114 anak tangga untuk mencapai puncaknya. Lebih dari 80.000 laki-laki dikurbankan sepanjang suatu periode empat hari empat malam lamanya. Orang hanya dapat membayangkan curahan darah dan tumpukan mayat dari kurban yang demikian. (Sementara jumlah kurban tampak mencengangkan, bukti menyatakan bahwa dibutuhkan hanya 15 detik saja untuk memotong jantung keluar dari setiap kurban.)
Pada tahun 1520, Hernan Cortes melarang kurban manusia. Ia menyingkirkan kedua berhala dari kuil piramid, membersihkan bebatuannya dari darah dan mendirikan sebuah altar yang baru. Cortes, pasukannya dan P Olmedo kemudian mendaki anak-anak tangga dengan Salib Suci dan lukisan Santa Perawan Maria dan St Kristoforus. Di atas altar baru ini, P Olmedo mempersembahkan kurban Misa Kudus. Di atas apa yang dulunya merupakan tempat kurban kafir yang keji, sekarang dipersembahkan kurban tak berdarah, yang sejati dan abadi dari Tuhan kita. Tetapi, tindakan ini memicu suatu perang habis-habisan dengan kaum Aztec, yang pada akhirnya berhasil dimenangkan oleh Cortes pada bulan Agustus 1521.
Sekarang kembali ke kisah kita. Pagi hari itu, 9 Desember 1531, Juan Diego sedang dalam perjalanan ke Misa; pada waktu itu 9 Desember adalah Hari Raya Santa Perawan Maria Dikandung Tanpa Dosa di seluruh Kerajaan Spanyol. Sementara ia menyusuri jalanan di Bukit Tepeyac, ia mulai mendengar suatu alunan musik nan merdu, dan ia melihat seorang perempuan cantik rupawan, yang memanggil namanya, “Juanito, Juan Dieguito.” Ia datang mendekat, dan perempuan itu mengatakan,
“Ketahuilah dengan pasti, engkau yang terkecil dari antara putera-puteraku, bahwa aku adalah Santa Maria yang sempurna dan perawan selamanya, Bunda Yesus, Allah yang benar, melalui Siapa segala sesuatu hidup, Tuhan dari segala yang dekat dan yang jauh, Tuhan atas surga dan bumi. Adalah kerinduanku yang sungguh agar sebuah bait didirikan di sini demi menghormatiku. Di sinilah aku akan menunjukkan, aku akan menyatakan, aku akan memberikan segenap cintaku, segenap belas kasihku, pertolonganku dan perlindunganku kepada manusia. Aku adalah Bundamu yang berbelas kasihan, Bunda yang berbelas kasihan dari kalian semua yang tinggal bersatu di negeri ini, dan dari segenap umat manusia, dari segenap mereka yang mengasihiku, dari mereka yang berseru kepadaku, dari mereka yang mencariku, dan dari mereka yang menaruh kepercayaannya kepadaku. Di sinilah aku akan mendengar tangis mereka, keluh-kesah mereka, dan akan menolong serta meringankan segala macam penderitaan, kebutuhan dan kemalangan mereka.”
Ia mengatakan kepada Juan Diego untuk menyampaikan kepada Uskup Zumarraga perihal keinginannya agar sebuah gereja didirikan di tempat itu. Menurut tradisi, Juan Diego mempertanyakan nama Bunda Maria. Ia menjawab dalam bahasa ibu Juan Diego, bahasa Nahuatl, “Tlecuatlecupe,” yang artinya “ia yang meremukkan kepala ular” (referensi yang jelas menunjuk pada Kitab Kejadian 3:15 dan mungkin pada simbol utama kepercayaan Aztec). “Tlecuatlecupe” apabila diucapkan dengan lafal yang benar, bunyinya sungguh mirip dengan “Guadalupe.” Sebab itu, ketika Juan Diego menyampaikan kepada Uskup Zumarraga mengenai nama perempuan itu dalam bahasa ibunya, kemungkinan ia keliru dengan “Guadalupe” nama Spanyol yang familiar, sebuah kota yang terkenal dengan tempat ziarah Bunda Maria.
Uskup Zumarraga adalah seorang yang saleh, tulus hati dan penuh belas kasihan. Ia mendirikan rumah sakit yang pertama, perpustakaan dan universitas di Amerika. Ia juga adalah Pelindung Orang-orang Indian, yang diserahi kepercayaan oleh Kaisar Charles V untuk menjalankan dekritnya yang dikeluarkan pada bulan Agustus 1530, yang memaklumkan, “Tak seorang pun diperbolehkan menjadikan seorang Indian sebagai budak belian baik dalam keadaan perang maupun dalam keadaan damai. Entah dengan barter, dengan membeli, dengan perdagangan, atau sebab maupun alasan lain apapun.” (Patut dicatat bahwa pada tahun 1537, Paus Paulus III mengutuk serta melarang perbudakan suku Indian Amerika.) Namun demikian, Uskup Zumarraga mendengarkan Juan Diego dengan sabar dan mengatakan bahwa ia akan memikirkan hal itu, dapat dimaklumi bahwa ia meragukan kisah yang demikian.
Juan Diego kembali ke Tepeyac dan melaporkan tanggapan uskup. Maria menyuruhnya untuk mencoba lagi. Maka, hari berikutnya, Juan Diego kembali ke kediaman uskup. Walau kali ini lebih sulit menemui Bapa Uskup, Juan Diego berhasil juga dalam niatnya, dan uskup sekali lagi mendengarkannya dengan sabar. Uskup meminta Juan Diego untuk membawa suatu tanda dari Bunda Maria guna membuktikan kebenaran kisahnya. Lagi, Juan Diego melaporkan hal ini kepada Bunda Maria, yang menyuruhnya untuk kembali lagi keesokan harinya guna menerima suatu “tanda” bagi uskup.
Keesokan harinya, tanggal 11 Desember, Juan Diego menghabiskan waktu dengan merawat pamannya, Juan Bernardino, yang sakit parah. Pamannya meminta Juan Diego untuk pergi memanggil seorang imam yang akan mendengarkan pengakuan dosanya dan melayani Sakramen Terakhir baginya. Pada tanggal 12 Desember, Juan Diego berangkat lagi, tetapi ia menghindari Bukit Tepeyac, sebab ia amat malu bahwa ia tidak kembali hari sebelumnya seperti yang diminta Bunda Maria. Sementara ia mengambil jalan memutar, Bunda Maria menghentikannya dan mengatakan, “Dengarkanlah dan camkanlah dalam hatimu, putera kecilku yang terkasih: janganlah biarkan suatupun mengecilkan hatimu, suatupun menyedihkanmu. Janganlah biarkan suatupun mengubah hatimu ataupun wajahmu. Juga, janganlah engkau khawatir akan penyakit atau muram, gelisah atau susah. Bukankah aku ada di sini; aku yang adalah Bundamu? Tidakkah engkau ada dalam naungan dan perlindunganku? Bukankah aku sumber hidupmu? Tidakkah engkau ada dalam naungan mantolku, dalam dekapan pelukanku? Adakah sesuatu lainnya yang engkau butuhkan?” Bunda Maria meyakinkan Juan Diego bahwa pamannya tidak akan meninggal dunia; sesungguhnya, kesehatannya telah dipulihkan kembali.
Sebagai tanda bagi uskup, Maria meminta Juan Diego untuk pergi ke puncak bukit dan memetik bunga-bunga. Maka, pergilah ia ke puncak bukit yang kering dan gersang itu - tempat di mana hanya kaktus tumbuh - dan mendapati bunga-bunga mawar seperti yang tumbuh di Castille, tetapi tak didapati di Mexico. Ia mengumpulkan bunga-bunga mawar dalam tilmanya, yaitu suatu mantol seperti poncho, dan membawanya kepada Maria yang menatanya dan memintanya untuk menyampaikannya kepada uskup.
Juan Diego kemudian berangkat kembali menuju kediaman Uskup Zumarraga. Setelah menanti beberapa saat untuk menghadap, ia mengulangi pesan kepada uskup dan membuka tilmanya untuk menyampaikan bunga-bunga mawar. Uskup melihat tidak hanya bunga-bunga cantik, melainkan juga gambar indah Santa Perawan Maria dari Guadalupe. Uskup Zumarraga mencucurkan airmata melihat Bunda Maria dan memohon pengampunan karena kurang percaya. Ia mengambil tilma dan menempatkannya di altar dalam kapelnya. Pada Hari Raya Natal pada tahun itu, sebuah bangunan dari bata didirikan di puncak Bukit Tepeyac demi menghormati Bunda Maria, Santa Perawan dari Guadalupe, dan diresmikan pada tanggal 26 Desember 1531, pada Pesta St Stefanus, Martir Pertama.
Sejak tahun 1929, Gereja mengijinkan berbagai penelitian ilmiah dilakukan atas tilma. Penelitian-penelitian paling awal mendapati adanya pantulan gambar pada kedua pupil mata Bunda Maria, yaitu sosok Juan Diego dan dua orang lainnya (kemungkinan yang seorang adalah sosok Juan Gonzalez, penerjemah bagi Uskup Zumarraga). Gambar tersebut agak sedikit mengalami distorsi, karena lengkungan alamiah dari kornea dan lensa mata. Penemuan ini telah berulang kali diperkuat kebenarannya. Yang menarik, Dr. Charles Wahlig, seorang ahli ilmu fisika nuklir, mengemukakan bahwa Bunda Maria pastilah hadir secara tidak kelihatan ketika Juan Diego menyampaikan bunga-bunga mawar kepada Uskup Zumarraga dan bahwa tilma berfungsi sebagai suatu piringan fotografis yang menangkap gambar Santa Perawan beserta pantulan gambar ketiga orang itu pada kedua matanya.
Penelitian-penelitian menggunakan infra merah juga menyingkapkan fenomena lain yang tak dapat dijelaskan: Gambar di tilma tidak dilukis, dan warnanya tidak menembus serat-serat tilma seperti halnya cat. Tilma yang ditenun dari serat-serat yang tidak biasa seperti itu, juga menghasilkan suatu permukaan yang kasar sehingga lukisan sesederhana apapun pastilah akan mengalami distorsi, padahal gambar yang ada di sana sungguh jelas dan tak ada distorsi.
Di samping itu, semestinya tilma pastilah sudah lama rusak. Tilma tidak dilapisi lapisan pelindung. Semua yang berasal dari serat kaktus pastilah akan rusak dalam jangka waktu 100 tahun, teristimewa apabila tidak terlindung dari polusi, nyala lilin, dan serupa itu. Walau demikian, tilma tetap seperti semula.
Dr. Philip C. Callahan, seorang ahli biologi, berkesimpulan, “Gambar asli termasuk jubah merah muda, mantol biru, tangan dan wajah … sungguh tak dapat dijelaskan. Sepanjang penelitian infra merah ini, tak mungkin dijelaskan baik jenis pigmen warna yang dipergunakan maupun keawetan dari ketajaman warna dan kecemerlangan pigmen selama berabad-abad. Lagipula, apabila mempertimbangkan fakta bahwa tak didapati lapisan pelindung apapun, dan bahwa tenunan serat itu sendiri dipergunakan untuk memberikan kedalaman gambar, tak ada penjelasan mengenai gambar itu yang mungkin diberikan berdasarkan teknik-teknik infra merah. Sungguh luar biasa bahwa selama lebih dari empat abad, tak didapati pudar atau retak dalam gambar asli sedikitpun dari tilma, yang tanpa lapisan pelindung, yang semestinya telah rusak berabad-abad yang lalu” (Mary of the Americas 92).
Gambar Santa Perawan Maria dari Guadalupe juga kaya akan simbolisme. Gambar Bunda Maria dikelilingi oleh sinar cemerlang, berdiri di atas bulan, dan dengan bintang-bintang di mantolnya mencerminkan gambaran yang didapati dalam Kitab Wahyu, “Tampaklah suatu tanda besar di langit: Seorang perempuan berselubungkan matahari, dengan bulan di bawah kakinya dan sebuah mahkota dari dua belas bintang di atas kepalanya” (12:1).
Ini merupakan juga simbol dari kemenangan ilahi atas agama kafir. Sinar matahari adalah simbol dari dewa Aztec Huitzilopochtle. Sebab itu, Bunda Maria berdiri di depan sinar matahari menunjukkan bahwa ia memaklumkan Allah yang benar, yang lebih besar dari Huitzilopochtle dan yang mengungguli kuasanya.
Bunda Maria juga berdiri di atas bulan. Bulan melambangkan malam dan kegelapan, dan ini berhubungan dengan dewa Tezcatlipoca. Lagi, Bunda Maria berdiri di atas bulan memaklumkan kemenangan ilahi atas kejahatan.
Di samping itu, dalam ikonografi Kristiani, bulan sabit di bawah kaki Bunda Maria juga melambangkan keperawanan yang tetap selamanya dan ini berhubungan dengan Santa Perawan Maria Dikandung Tanpa Dosa dan Santa Perawan Maria Diangkat ke Surga.
Bintang-bintang di mantolnya menyatakan bahwa ia datang dari surga, sebagai Ratu dan Bunda yang mengasihi. Yang menarik, penelitian yang dilakukan oleh P Mario Sanches dan Dr. Juan Hernandez Illescas dari Mexico membuktikan bahwa bintang-bintang di mantol tampak persis sama seperti keadaannya di langit sebelum fajar pada dini hari tanggal 12 Desember 1531.
Wajah Bunda Maria, dengan warna kulitnya, rambut dan mata berwarna gelap, mencerminkan sosok seorang Indian. Kedua matanya juga memandang ke bawah, mengungkapkan kerendahan hati dan belas kasihan. Pula, dalam ikonografi Indian, seorang dewa memandang lurus ke depan dengan mata terbuka lebar; jadi, gambar di sini menunjukkan bahwa Maria tidak mengklaim diri sebagai Tuhan, melainkan hanya sebagai utusan-Nya dan sebagai Bunda yang mengasihi.
Bunda Maria didukung oleh seorang malaikat, lambang kerajaan di kalangan bangsa Indian. Sebagian orang menafsirkan gambar ini sebagai suatu tanda bahwa Bunda Maria memaklumkan suatu era baru yang akan datang.
Busana Bunda Maria juga memiliki makna istimewa. Warna merah muda dari gaun Bunda Maria memiliki dua penafsiran, sebagai lambang fajar dari suatu era yang baru, atau sebagai tanda kemartiran iman. Bros emas di bawah lehernya melambangkan kekudusan. Dan yang terakhir, pita sekeliling pinggangnya adalah lambang keperawanan. Namun demikian, pita yang bersimpul ini memiliki beberapa makna lainnya dalam budaya Indian Asli: pita bersimpul ini adalah nahui ollin, bunga dari matahari, yang adalah simbol kelimpahan, kesuburan dan kehidupan baru. Letak pita yang tinggi dan perut Bunda Maria yang tampak membuncit membuat sebagian orang berkesimpulan bahwa ia sedang mengandung.
Tentu saja, tilma telah menjadi sumber devosi, teristimewa bagi masyarakat Mexico. Kejahatan berusaha menguasai, namun gagal. Sebagai misal, pada tahun 1921, dalam masa pemerintahan Jenderal Calles yang fanatik, yang melarang ke-Katolik-an, sebuah bom ditanam dalam basilika dengan tujuan menghancurkan tilma. Bom diperlemah hingga menghancurkan altar pualam di bawah tilma, memporak-porandakan jendela-jendela dan membengkokkan salib altar yang terbuat dari perunggu tebal. Meski begitu, tilma dan bahkan kaca pelindungnya sama sekali tak tersentuh. Sama seperti penampakan Maria menyatakan kemenangan agama sejati atas kekafiran yang haus darah dari kaum Aztec, bahkan dalam perkara ini, Bunda Maria menaklukkan kuasa kejahatan.
Sekarang, ribuan peziarah pergi ke Guadalupe demi menghormati gambar suci. Umat Katolik Hispanic mempunyai devosi yang istimewa kepada Santa Perawan Maria dari Guadalupe, dan Bunda Maria memang sungguh layak menerima penghormatan dari semua orang yang tinggal di Amerika maupun di seluruh dunia! Untuk informasi lebih lanjut, buku-buku berikut ini sungguh menarik untuk dibaca: Our Lady of Guadalupe and the Conquest of Darkness oleh Dr. Warren Carroll, dan Mary of the Americas oleh Father Christopher Rengers.
* Fr. Saunders is pastor of Our Lady of Hope Parish in Potomac Falls and a professor of catechetics and theology at Notre Dame Graduate School in Alexandria.
sumber : “Straight Answers: Our Lady of Guadalupe” by Fr. William P. Saunders; Arlington Catholic Herald, Inc; Copyright ©2004 Arlington Catholic Herald. All
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar