Senin, 15 September 2008

Santa Perawan Maria dari Czestochowa

oleh: P. William P. Saunders *

Saya tahu bahwa Bapa Suci Yohanes Paulus II memiliki devosi yang kuat kepada Santa Perawan Maria dari Czestochowa. Mohon penjelasan mengenai asal-usul devosi ini.
~ seorang pembaca di Sterling

Paus Yohanes Paulus II mengunjungi tempat ziarah Santa Perawan Maria dari Czestochowa dalam perjalanan pertamanya ke Polandia pada tahun 1979. Beliau mengatakan, “Panggilan kepada seorang putera dari Polandia ke Katedral St Petrus mengandung suatu bukti dan pertalian yang erat dengan tempat kudus ini, dengan tempat ziarah pengharapan ini: Totus tuus (“Aku sepenuhnya milikmu”), telah saya bisikkan begitu banyak kali dalam doa di hadapan lukisan ini” (4 Juni 1979).

Devosi kepada Santa Perawan Maria dari Czestochowa berpusat pada ikon Bunda Maria. Dilukis di atas kayu, ikon itu sendiri menggambarkan Bunda Maria menunjuk dengan tangan kanannya, sementara tangan kirinya menggendong Bayi Yesus. Secara teknis, gambaran Bunda Maria ini dalam ikonografi diidentifikasikan sebagai Hodegetria. Seperti dalam ikon-ikon lainnya, Yesus tampak bagaikan seorang dewasa kecil dalam gendongan BundaNya, suatu gambaran yang mengingatkan umat beriman bahwa Yesus sepenuhnya dewasa dalam kodrat ilahi-Nya. Seturut berlalunya waktu, akibat tak terlindungi dari nyala lilin-lilin devosional, maka lukisan menjadi hitam, dan sebab itu Santa Perawan Maria dari Czestochowa dikenal juga sebagai “Madonna Hitam”.

Menurut tradisi St Lukas yang melukis ikon tersebut pada daun meja kayu buatan St Yosef, yang dibawa serta oleh Bunda Maria ketika ia pindah ke Efesus dan tinggal dalam pemeliharaan St Yohanes Rasul. Ingat bahwa St Lukas mencatat dalam Injilnya kisah terperinci mengenai kabar sukacita, Maria mengunjungi Elisabet, Natal, Yesus dipersembahkan di Bait Allah, dan Yesus diketemukan dalam Bait Allah, yang tidak kita dapati dalam Injil-Injil lainnya, dan yang pastilah ia ketahui dari Bunda Maria sendiri. St Helena disebut sebagai yang menemukan ikon ini pada awal tahun 300-an. Theodorus Lector (± 530) menyebutkan tentang keberadaan ikon Hodegetria dalam sebuah gereja di Konstantinopel sebelum tahun 450.

Pada tahun 988, ikon ini menjadi milik Puteri Anna, puteri Kaisar Byzantine Basilus II dan isteri St Vladimir dari Kiev (± 975-1015), yang telah dipertobatkan dalam iman dan menjadi penguasa Rusia pertama yang memeluk kekristenan. Pada tahun 1382, Pangeran Ladislaus Opolczyk membawa ikon ke kastilnya di Belz. Di kemudian hari, ia bermaksud memindahkan ikon ke tempat kelahirannya, yakni kota Opala. Dalam perjalanan ke Opala, ia dan mereka yang menyertainya singgah dan bermalam di Czestochowa, sebuah kota di sebelah selatan pusat Polandia di Sungai Warta. Keesokan harinya, kuda-kuda yang dipasangkan pada kereta yang membawa ikon menolak bergerak maju, yang ditafsirkan Pangeran Ladislaus sebagai suatu tanda ajaib bahwa ikon harus tinggal di Czestochowa. Karenanya, ia mempercayakan ikon dalam pemeliharaan para biarawan Paulite (Ordo Pertapa dari St Paulus), yang memiliki sebuah biara di Jasna Gora (= Bukit Terang). Pada tahun 1386, Raja Jagiella (dikenal juga sebagai Wladyslaw II) membangun sebuah gereja yang lebih indah bagi biara. Laporan-laporan pertama mengenai mukjizat seputar penghormatan kepada ikon didapati tertanggal 1402. Sekitar pada masa yang sama, umat beriman mulai menyebut Maria sebagai “Penyembuh yang Sakit, Bunda Belas Kasihan dan Ratu Polandia.” Segera saja, ratusan peziarah berdatangan demi menghormati ikon dan memohon bantuan doa Bunda Maria.

Sebab itu, pada tahun 1430, kaum Hussite (kaum bidaah pengikut John Hus yang menyangkal devosi kepada Bunda Maria dan penghormatan ikon-ikon) menyerang tempat ziarah. Salah seorang dari kelompok Hussite mencemarkan ikon dengan pedangnya; ia menorehkan tiga goresan pada pipi kanan Bunda Maria. Setelah menorehkan goresannya yang terakhir, orang Hussite itu sekonyong-konyong jatuh terkapar dan mati seketika. Sesungguhnya, peristiwa ini mendorong devosi yang terlebih lagi kepada Santa Perawan Maria dari Czestochowa.

Pada tahun 1655, Raja Charles Gustavus dari Swedia bersama pasukannya menyerbu Polandia dan menaklukkan hampir seluruh negeri. Pasukan Swedia ini diikuti oleh pasukan Rusia dan Tartar yang juga menduduki sebagian wilayah Polandia. Namun demikian, ketika bala tentara Swedia yang berjumlah sekitar 2000 orang menyerang biara di Czestochowa, para biarawan Paulite menghalau mereka dan mensyukuri keberhasilan mereka sebagai berasal dari perantaraan Santa Perawan Maria dari Czestochowa. Kemenangan ini mengubah perang menjadi pertikaian antar agama: Katolik melawan Lutheran Swedia, Orthodox Rusia dan Muslim Tartar. Dengan mengandalkan perlindungan Bunda Maria, orang-orang Polandia bangkit kembali. Pada tanggal 3 Mei 1556, Raja Jan Casimir membuat pernyataan kepada Santa Perawan Maria dari Czestochowa, “Aku, Jan Casimir, Raja Polandia, menempatkan engkau sebagai Ratu dan Pelindung Kerajaanku. Aku mempercayakan rakyatku dan bala tentaraku di bawah perlindunganmu.” Dan kemenangan berhasil diraih. Sejak saat itu, Santa Perawan Maria dari Czestochowa, Ratu Polandia, menjadi lambang nasionalisme, patriotisme dan kebebasan beragama di Polandia. Iman dan patriotisme dipandang sebagai tak terpisahkan dan “Demi Iman dan Tanah Air” menjadi seruan persatuan mereka.

Pada tanggal 14 September 1920, pada Pesta Salib Suci, pasukan Rusia telah berada di Sungai Vistula, siap menyerbu Polandia. Menurut tradisi, pasukan Rusia melihat suatu penampakan Santa Perawan Maria dari Czestochowa di langit, hingga akhirnya mereka mengundurkan diri. Peristiwa ini dikenal sebagai “Mukjizat Vistula.”

Pada masa pendudukan Nazi dan Komunis, pemerintah melarang pergi ke tempat ziarah dan mengenakan hukuman yang berat bagi mereka yang melanggar. Walau demikian, berjuta-juta umat beriman tetap mengambil resiko itu demi menghormati Santa Perawan Maria dari Czestochowa.

Pada tanggal 26 Agustus 1982, pada perayaan Santa Perawan Maria dari Czestochowa, Paus Yohanes Paulus II merayakan peringatan 600 tahun kedatangan ikon dan penghormatan ikon Santa Perawan Maria dari Czestochowa di Polandia. Dari kapelnya di Castel Gandolofo, yang memajang lukisan Santa Perawan Maria dari Czestochowa, di altar utama, ia menyampaikan suatu pesan istimewa kepada saudara-saudari setanahair, yang pada waktu itu tengah berjuang demi kemerdekaan dari tirani komunis, “Saudara-saudari sebangsa yang terkasih! Betapapun sulitnya kehidupan masyarakat Polandia sepanjang tahun ini, kiranya kesadaran ini lekat dalam diri kalian bahwa hidup ini dipeluk oleh Hati sang Bunda. Seperti ia menang dalam Maximilianus Kolbe, Ksatria dari Immaculata, demikian pula kiranya ia menang dalam kalian. Kiranya hati sang Bunda menang! Kiranya Bunda dari Jasna Gora menang dalam kita dan melalui kita! Kiranya ia menang bahkan melalui penderitaan dan kekalahan kita. Kiranya ia memastikan bahwa kita tidak akan berhenti berusaha dan berjuang demi kebenaran dan keadilan, demi kebebasan dan martabat dalam hidup kita. Tidakkah kata-kata Maria, “Apa yang dikatakan (Putraku) kepadamu, buatlah itu!” berarti demikian pula? Kiranya kuasa dengan sepenuhnya dinyatakan dalam kelemahan, sesuai nasehat Rasul orang Kafir dan seturut teladan saudara sebangsa kita, Pastor Maximilianus Kolbe. Ratu Polandia, aku di dekatmu, aku mengenangkanmu, aku berjaga!”


* Fr. Saunders is pastor of Our Lady of Hope Parish in Potomac Falls and a professor of catechetics and theology at Christendom's Notre Dame Graduate School in Alexandria.

sumber : “Straight Answers: Our Lady of Czestochowa” by Fr. William P. Saunders; Arlington Catholic Herald, Inc; Copyright ©2005 Arlington Catholic Herald. All rights reserved; www.catholicherald.com

Tidak ada komentar: