Selasa, 09 September 2008
Bulan Mei dan Oktober
Bulan Mei dan Oktober senantiasa identik dengan Maria, Bunda Yesus Kristus yang terberkati, dikandung tanpa dosa dan diangkat ke surga dengan raganya yang tetap murni. Di awal bulan Mei ini, kami mengangkat sebuah topik yang semoga membuka wawasan kita bersama, betapa Bunda Maria sedemikian dihormati oleh Gereja sehingga sangat banyak gelar-gelar dan sebutan-sebutan yang diberikan bagi Bunda Maria untuk menghormati peranannya dalam Gereja sebagai persekutuan umat beriman.
Kenapa Maria diberikan gelar-gelar tertentu?
Tentu saja karena peranan Bunda Maria sendiri dalam Gereja.
Pertama, Maria dipilih Tuhan secara istimewa untuk menjadi Bunda Tuhan Yesus Kristus juru selamat manusia. Pemilihan yang istimewa ini sangat dirasakan akibatnya yang membahagiakan oleh Gereja sepanjang masa.
Kedua, seperti yang dijelaskan oleh Lumen Gentium No.62, keibuan Maria dalam tata rahmat berlangsung terus tanpa putus, mulai dari persetujuan yang diberikannya dengan setia pada saat menerima kabar gembira dari malaikat Gabriel dan yang dipertahankannya tanpa ragu sampai di kaki salib sampai kepada kesempurnaan abadi semua orang beriman. Karena setelah diangkat ke surga, Maria tidak meninggalkan tugas ini, melainkan melanjutkannya melalui peraantaraan limpah dengan memberikan kita anugerah keselamatan abadi. Hal itu menunjukkan bahwa peran Maria dalam tata penyelamatan tetap aktual sepanjang sejarah Gereja tanpa terhenti oleh hilangnya Maria secara fisik dari panggung sejarah dunia. Karena itu Maria sungguh melebihi segala makluk di surga maupun di bumi, dan keunggulan ini sekaligus menjadi alasan bagi umat beriman untuk memuji, mencinta khusus, mengagumi dan menghormati Maria sambil meneladani dan memohon bantuan pengantaraan doanya pada Allah.
Kita tentu saja familiar dengan gelar-gelar yang umum, seperti Perawan yang Terberkati dan Bunda Allah, ada berapa banyak sebetulnya gelar-gelar Maria?
Sebuah sumber menyebut ada 117 gelar-gelar Maria, tetapi tentu saja kita tidak dapat membahasnya satu-per-satu pada kesempatan ini. Kita akan mambahas gelar-gelar yang utama, dan bagaimana gelar-gelar Maria dilihat dalam beberapa pengelompokkan.
Bagaimana mengelompokkannya?
Katekismus Gereja Katolik artikel 969 dan Konstitusi Dogmatis tentang Gereja (Lumen Gentium) mengajarkan ada 4 gelar utama Maria dalam kedudukannya sebagai pengacara (advocata), pembantu (ajutrix), penolong (auxiliatrix), dan perantara (mediatrix) (LG 62). Tapi kita akan membahasnya dalam pengelompokkan berdasarkan sifat gelarnya sendiri, yaitu:
1. Gelar yang bersifat doktrinal
2. Gelar yang bersifat devosi
3. Gelar karena penampakan atau pengaruh geografis.
Gelar Maria yang bersifat doktrinal adalah gelar-gelar Maria yang secara dogmatis penting bagi Gereja. Gelar-gelar Maria yang bersifat doktrinal ini misalnya Maria Bunda Allah, Maria Perawan Yang Terberkati, Maria Yang Dikandung Tanpa Dosa atau Bunda Gereja adalah contohnya.
Gelar Maria yang bersifat devosi adalah gelar-gelar yang bersifat puitis atau alegori. Banyak dari gelar-gelar ini yang berasal dari Kitab Suci, seperti Tabut Perjanjian, Menara Gading, Benteng Daud, Bintang Timur, Bintang Samudera dan lain-lain.
Sementara gelar karena penampakan atau geografis adalah gelar yang diberikan kepada Maria karena kehadirannya di tempat-tempat tertentu, dan juga penghormatan daerah tertentu kepada Maria yang khusus daerah tersebut, bukan Gereja Katolik seluruhnya, misalnya Bunda Lourdes, Bunda Karmel, Bunda La Salette. Di sebuah paroki di Pakem, Yogyakarta ada gelar ’Kitiran Kencana’ bagi Bunda Maria.
Baiklah, apa saja gelar-gelar Maria karena dogma Gereja?
Ada beberapa gelar Maria yang bersifat dogma karena berasal dari ajaran resmi Gereja. Ada yang universal, berasal dari konsili ekumenis sekitar abad keempat sehingga diterima baik oleh Gereja Katolik Roma dan juga Gereja Ortodoks Timur seperti gelar Maria Bunda Allah dan ada juga yang lebih baru yang hanya diterima oleh Gereja Katolik seperti gelar Yang Dikandung Tanpa Noda (Imaculata) dan Yang Diangkat Ke Surga (Assumption).
Maria Bunda Allah dalam bahasa Yunani disebut Theotokos adalah gelar Maria yang sangat penting bagi Gereja. Gelar ini didasarkan pada panggilan Elizabeth kepada Maria dalam Injil Lukas 1:43. Gelar ini resmi disandangkan pada tahun pada Konsili Efesus tahun 431. Pada tahun-tahun tersebut berkembang ajaran oleh Nestorius dari Konstantinopel yang memandang bahwa Maria hanya membawa tubuh Yesus sebagai manusia, dan bukan sekaligus keilahianNya. Gelar Maria Bunda Allah membawa implikasi teologis bahwa Yesus adalah sungguh-sungguh manusia dan sungguh-sungguh Allah sejak pertama Ia dikandung oleh Maria dan dengan demikian gelar itu sekaligus mematahkan ajaran Nestorius dan menyatakan bahwa Nestorianisme adalah sesat. Maria Bunda Allah dirayakan Gereja Katolik dalam pesta setiap setiap tanggal 1 Januari.
Selanjutnya kita juga terbiasa dengan sebutan ”Perawan Maria”. Walaupun sangat biasa kita dengar, gelar ini juga memiliki dasar dogmatis yang berasal dari Gereja awal, bahwa Maria tetap perawan sebelum, saat dan sesudah melahirkan Yesus. Hal ini juga berasal dari kutipan ucapan Maria seperti tercatat dalam Injil Lukas 1:34. Ajaran ini berasal dari ajaran Ignatius dari Antiokia, Ambrosius dari Milan dan Agustinus dari Hippo dan akhirnya menjadi ajaran resmi Gereja sejak Sinode Lateran tahun 649.
Selain itu ada sebuah gelar Maria Yang Dikandung Tanpa Dosa atau Immaculata. Gelar ini diberikan bahwa karena kesuciannya untuk mengandung Tuhan, Maria dikecualikan dari dosa asal sejak Maria berada dalam kandungan ibunya. Gereja percaya dan mengajarkan bahwa sejak dikandung karena perkawinan orang tuanya, yaitu St Joachim dan St Anna, Maria diberikan rahmat ilahi oleh Allah, dikecualikan dari dosa dan mengalami kepenuhan rahmat untuk hidup tanpa dosa. Ini tampak jelas dari salam sukacita dari malaikat Gabriel kepada Maria yang menyebutnya ”penuh rahmat”. Kepercayaan bahwa Maria Dikandung Tanpa Dosa menjadi ajaran resmi Gereja tahun 1854, tetapi sebetulnya kepercayaan bahwa Maria sendiri bebas dari dosa sudah ada sejak lama, bahkan pesta perayaannya pada setiap tanggal 8 Desember sudah dirayakan sejak 1476, sebelum menjadi ajaran resmi Gereja.
Akhirnya, sebuah gelar dogmatis terpenting adalah Yang Diangkat Ke Surga atau Maria Assumpta. Gelar ini mengikuti gelar Yang Dikandung Tanpa Dosa dan kepercayaan turun temurun bahwa Maria sungguh-sungguh dikecualikan dari manusia biasa oleh Allah. Kepadanya telah diberikan kepenuhan rahmat hidup tanpa dosa dan pada akhirnya saat paripurna hidupnya ia diberi rahmat terakhir yaitu jiwa dan raganya diangkat ke surga. Gelar dogmatis ini tergolong baru, menjadi ajaran resmi Gereja pada tahun 1950 dari Paus Pius XII dalam konstitusi apostoliknya. Walaupun demikian, kepercayaan bahwa Maria diangkat ke surga dengan tubuh dan jiwanya sudah ada dalam tulisan-tulisan sejak abad ke-5.
Baiklah, apa saja gelar-gelar Maria yang bersifat devosi?
Ada banyak gelar-gelar Maria yang bersifat devosi, seperti “Benteng Daud”, “Benteng Gading/Turris Eburnus”, “Tabut Perjanjian”, “Cermin keadilan/Speculum Justitiae”, “Takhta Kebijaksanaan/Sedes Sapientiae”, “Bintang Timur/Bintang Fajar/Stella Matutina”, “Pintu Surga/Caeli Porta”, “Bintang Samudera/Stella Maris”, “Mawar yang Gaib/Rosa Mystica”, “Hamba Tuhan/Ancilla Domini”, “Ratu Bidadari/Regina Angelorum”, “Ratu Damai/Regina Pacis”,
Sebagian besar gelar di atas berhubungan dengan nubuat dan perlambang dalam Perjanjian Lama yang menubuatkan peran Bunda Maria dalam misteri keselamatan. Beberapa di antaranya berfokus pada kesucian dan peran keibuannya. Selain itu ada pula yang berasal dari kitab Wahyu.
“Benteng Daud” adalah benteng yang berdiri menyolok dan kokoh di puncak tertinggi pegunungan yang mengelilingi Yerusalem. Benteng yang demikian merupakan sarana pertahanan kota. Dengan benteng itu, peringatan akan dapat segera disampaikan apabila musuh datang menyerang. Maria diperbandingkan dengan Benteng Daud karena kesuciannya, karena ia dikenal sebagai yang penuh rahmat dan karena ia dikandung tanpa dosa. Dengan doa-doa dan teladannya, Maria merupakan bagian dari “sarana pertahanan” Tuhan dengan mana Kerajaan Allah akan berdiri tegak tak terkalahkan dan dosa akan senantiasa dikalahkan (bdk Kid 4:4).
Maria disebut “Benteng Gading”. Gelar ini juga digunakan dalam Kidung Agung (Kid 7:4) yang menggambarkan pengantin terkasih. (Ungkapan serupa, “Istana Gading” digunakan dalam Mazmur 45:9, untuk alasan yang sama). Kedua ilustrasi tersebut menubuatkan hubungan perkawinan antara Kristus dan pengantin-Nya, Gereja, seperti disampaikan dalan Surat Rasul Paulus kepada Jemaat di Efesus. Di sini patut kita ingat, seperti diajarkan dalam Vatikan II, bahwa Maria adalah “serupa Gereja”: Ia mengandung dari kuasa Roh Kudus dan melalui dia, Juruselamat kita masuk ke dalam dunia ini. Gereja, “oleh menerima Sabda Allah dengan setia pula - menjadi ibu juga. Dan sambil mencontoh Bunda Tuhannya, Gereja dengan kekuatan Roh Kudus secara perawan mempertahankan imannya, keteguhan harapannya, dan ketulusan cinta kasihnya” (Lumen Gentium no. 64).
Gelar “Tabut Perjanjian” mengangkat peran keibuan Maria. Perlu diingat bahwa dalam Perjanjian Lama, Tabut Perjanjian adalah rumah bagi Sepuluh Perintah Allah, Hukum Tuhan. Sementara bangsa Israel dalam pengembaraan menuju tanah terjanji, suatu tiang awan, yang melambangkan kehadiran Allah, akan turun atas atau “menaungi” kemah di mana Tabut disimpan. Yesus datang untuk menggenapi perjanjian dan hukum. Dalam kisah Kabar Sukacita, perkataan Malaikat Agung Gabriel kepada Maria, “Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menaungi engkau,” (Luk 1:35) menyatakan gagasan yang sama. Karena itu, Maria yang memberi “rumah” Yesus dalam rahimnya; adalah “Tabut” baru, dan bunda dari pelaksana perjanjian yang sempurna dan kekal.
Atas dasar ini bermunculan gelar-gelar yang lain: Yeremia menubuatkan bahwa Mesias akan disebut, “TUHAN - keadilan kita.” (Yer 23:6); sehingga Maria disebut “Cermin keadilan” karena tak seorang pun dapat mencerminkan kasih dan penghormatan kepada Kristus dalam hidupnya lebih baik dari Maria. Karena kemurniannya, kelimpahan kasihnya dan karena ia menjadi “rumah” bagi Yesus, Maria disebut “Rumah Kencana”. Yesus adalah Kebijaksanaan Tuhan, “Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita” (Yoh 1:14); karenanya, Maria, yang mengandung Kristus, digelari “Takhta Kebijaksanaan”.
Bagi kita, Bunda Maria juga melambangkan pengharapan yang besar. Vatikan II menyatakan, “Sementara itu Bunda Yesus telah dimuliakan di surga dengan badan dan jiwanya, dan menjadi citra serta awal Gereja yang harus mencapai kepenuhannya di masa yang akan datang. Begitu pula di dunia ini ia menyinari Umat Allah yang sedang mengembara sebagai tanda harapan yang pasti dan penghiburan, sampai tibalah hari Tuhan.” (Lumen Gentium no. 68). Karena alasan ini Bunda Maria digelari “Bintang Timur”, karena ia melambangkan orang-orang Kristen yang menang, yaitu mereka yang bertekun dalam iman dan beroleh bagian dalam kuasa Mesianis Kristus dan menang atas kuasa kegelapan yaitu dosa dan maut. Istilah ini dapat ditemukan dalam Kitab Wahyu (Why 2:26-28): “Dan barangsiapa menang dan melakukan pekerjaan-Ku sampai kesudahannya, kepadanya akan Kukaruniakan kuasa atas bangsa-bangsa; dan ia akan memerintah mereka dengan tongkat besi; mereka akan diremukkan seperti tembikar tukang periuk - sama seperti yang Kuterima dari Bapa-Ku - dan kepadanya akan Kukaruniakan bintang timur.” Juga dalam Kidung Agung (Kid 6:10) kita temukan, “Siapakah dia yang muncul laksana fajar merekah, indah bagaikan bulan purnama, bercahaya bagaikan surya…”; sama seperti cemerlangnya terang menghalau kegelapan fajar, Maria memaklumkan kedatangan Putranya, yang adalah Terang Dunia (bdk Yoh 1:5-10, 3:19).
Maria juga adalah “Pintu Surga”. Maria adalah sarana yang dipergunakan Kristus untuk datang dari surga demi membebaskan kita dari dosa. Di akhir hidupnya, kita percaya bahwa Bunda Maria diangkat jiwa dan badannya ke surga, suatu kepenuhan janji akan kehidupan kekal dan kebangkitan badan yang dijanjikan Yesus. Sebab itu, Maria adalah pintu melalui mana Yesus masuk ke dalam dunia ini dan pintu kepada kepenuhan janji di mana kita akan beroleh bagian dalam kehidupan kekal.
Karena itu, kita memandang Maria sebagai “Bintang Samudera”. Bagaikan bintang samudera membimbing para nahkoda mengarungi lautan berbadai menuju pelabuhan yang aman, demikian juga Maria, melalui segala doa dan teladannya, membimbing kita sepanjang perjalanan hidup kita, kadang melalui samudera yang bergolak, menuju pelabuhan surgawi.
Secara keseluruhan, Maria adalah “Mawar yang Gaib”. Mawar dianggap sebagai bunga yang terindah, bunga kerajaan yang harumnya melampaui segala bunga lainnya. Bunda Maria memiliki kekudusan yang manis dan keutamaan yang cantik. Singkatnya, segala gelar ini mengingatkan kita akan pentingnya peran Bunda Maria dalam spiritualitas Katolik, sebagai teladan keutamaan dan kekudusan dalam peran keibuannya, dan sebagai tanda akan kehidupan yang akan datang.
Pada akhirnya kita merangkum pujian dan kepada Maria dan menyatakan gelar-gelarnya dalam sebuah litani yang bernama Litani Santa Maria. Kita mendapati gelar-gelar tersebut dalam Litani Santa Perawan Maria (terutama versi Loreto), yang disusun sekitar pertengahan abad ke-16. St. Petrus Kanisius mempopulerkan Litani Santa Perawan pada tahun 1558 saat ia mempublikasikannya guna menggairahkan devosi kepada Bunda Maria sebagai tanggapan atas “Reformasi” Protestan yang menyerang devosi-devosi sejenis. Litani ini merupakan seruan gelar pujian kepada Santa Perawan yang digunakan dalam perayaan-perayaan di Gereja Loreto, Italia sejak abad ketigabelas. Litani ini disetujui oleh Paus Sixtus V tahun 1587.
Kenapa Maria diberikan gelar-gelar tertentu?
Tentu saja karena peranan Bunda Maria sendiri dalam Gereja.
Pertama, Maria dipilih Tuhan secara istimewa untuk menjadi Bunda Tuhan Yesus Kristus juru selamat manusia. Pemilihan yang istimewa ini sangat dirasakan akibatnya yang membahagiakan oleh Gereja sepanjang masa.
Kedua, seperti yang dijelaskan oleh Lumen Gentium No.62, keibuan Maria dalam tata rahmat berlangsung terus tanpa putus, mulai dari persetujuan yang diberikannya dengan setia pada saat menerima kabar gembira dari malaikat Gabriel dan yang dipertahankannya tanpa ragu sampai di kaki salib sampai kepada kesempurnaan abadi semua orang beriman. Karena setelah diangkat ke surga, Maria tidak meninggalkan tugas ini, melainkan melanjutkannya melalui peraantaraan limpah dengan memberikan kita anugerah keselamatan abadi. Hal itu menunjukkan bahwa peran Maria dalam tata penyelamatan tetap aktual sepanjang sejarah Gereja tanpa terhenti oleh hilangnya Maria secara fisik dari panggung sejarah dunia. Karena itu Maria sungguh melebihi segala makluk di surga maupun di bumi, dan keunggulan ini sekaligus menjadi alasan bagi umat beriman untuk memuji, mencinta khusus, mengagumi dan menghormati Maria sambil meneladani dan memohon bantuan pengantaraan doanya pada Allah.
Kita tentu saja familiar dengan gelar-gelar yang umum, seperti Perawan yang Terberkati dan Bunda Allah, ada berapa banyak sebetulnya gelar-gelar Maria?
Sebuah sumber menyebut ada 117 gelar-gelar Maria, tetapi tentu saja kita tidak dapat membahasnya satu-per-satu pada kesempatan ini. Kita akan mambahas gelar-gelar yang utama, dan bagaimana gelar-gelar Maria dilihat dalam beberapa pengelompokkan.
Bagaimana mengelompokkannya?
Katekismus Gereja Katolik artikel 969 dan Konstitusi Dogmatis tentang Gereja (Lumen Gentium) mengajarkan ada 4 gelar utama Maria dalam kedudukannya sebagai pengacara (advocata), pembantu (ajutrix), penolong (auxiliatrix), dan perantara (mediatrix) (LG 62). Tapi kita akan membahasnya dalam pengelompokkan berdasarkan sifat gelarnya sendiri, yaitu:
1. Gelar yang bersifat doktrinal
2. Gelar yang bersifat devosi
3. Gelar karena penampakan atau pengaruh geografis.
Gelar Maria yang bersifat doktrinal adalah gelar-gelar Maria yang secara dogmatis penting bagi Gereja. Gelar-gelar Maria yang bersifat doktrinal ini misalnya Maria Bunda Allah, Maria Perawan Yang Terberkati, Maria Yang Dikandung Tanpa Dosa atau Bunda Gereja adalah contohnya.
Gelar Maria yang bersifat devosi adalah gelar-gelar yang bersifat puitis atau alegori. Banyak dari gelar-gelar ini yang berasal dari Kitab Suci, seperti Tabut Perjanjian, Menara Gading, Benteng Daud, Bintang Timur, Bintang Samudera dan lain-lain.
Sementara gelar karena penampakan atau geografis adalah gelar yang diberikan kepada Maria karena kehadirannya di tempat-tempat tertentu, dan juga penghormatan daerah tertentu kepada Maria yang khusus daerah tersebut, bukan Gereja Katolik seluruhnya, misalnya Bunda Lourdes, Bunda Karmel, Bunda La Salette. Di sebuah paroki di Pakem, Yogyakarta ada gelar ’Kitiran Kencana’ bagi Bunda Maria.
Baiklah, apa saja gelar-gelar Maria karena dogma Gereja?
Ada beberapa gelar Maria yang bersifat dogma karena berasal dari ajaran resmi Gereja. Ada yang universal, berasal dari konsili ekumenis sekitar abad keempat sehingga diterima baik oleh Gereja Katolik Roma dan juga Gereja Ortodoks Timur seperti gelar Maria Bunda Allah dan ada juga yang lebih baru yang hanya diterima oleh Gereja Katolik seperti gelar Yang Dikandung Tanpa Noda (Imaculata) dan Yang Diangkat Ke Surga (Assumption).
Maria Bunda Allah dalam bahasa Yunani disebut Theotokos adalah gelar Maria yang sangat penting bagi Gereja. Gelar ini didasarkan pada panggilan Elizabeth kepada Maria dalam Injil Lukas 1:43. Gelar ini resmi disandangkan pada tahun pada Konsili Efesus tahun 431. Pada tahun-tahun tersebut berkembang ajaran oleh Nestorius dari Konstantinopel yang memandang bahwa Maria hanya membawa tubuh Yesus sebagai manusia, dan bukan sekaligus keilahianNya. Gelar Maria Bunda Allah membawa implikasi teologis bahwa Yesus adalah sungguh-sungguh manusia dan sungguh-sungguh Allah sejak pertama Ia dikandung oleh Maria dan dengan demikian gelar itu sekaligus mematahkan ajaran Nestorius dan menyatakan bahwa Nestorianisme adalah sesat. Maria Bunda Allah dirayakan Gereja Katolik dalam pesta setiap setiap tanggal 1 Januari.
Selanjutnya kita juga terbiasa dengan sebutan ”Perawan Maria”. Walaupun sangat biasa kita dengar, gelar ini juga memiliki dasar dogmatis yang berasal dari Gereja awal, bahwa Maria tetap perawan sebelum, saat dan sesudah melahirkan Yesus. Hal ini juga berasal dari kutipan ucapan Maria seperti tercatat dalam Injil Lukas 1:34. Ajaran ini berasal dari ajaran Ignatius dari Antiokia, Ambrosius dari Milan dan Agustinus dari Hippo dan akhirnya menjadi ajaran resmi Gereja sejak Sinode Lateran tahun 649.
Selain itu ada sebuah gelar Maria Yang Dikandung Tanpa Dosa atau Immaculata. Gelar ini diberikan bahwa karena kesuciannya untuk mengandung Tuhan, Maria dikecualikan dari dosa asal sejak Maria berada dalam kandungan ibunya. Gereja percaya dan mengajarkan bahwa sejak dikandung karena perkawinan orang tuanya, yaitu St Joachim dan St Anna, Maria diberikan rahmat ilahi oleh Allah, dikecualikan dari dosa dan mengalami kepenuhan rahmat untuk hidup tanpa dosa. Ini tampak jelas dari salam sukacita dari malaikat Gabriel kepada Maria yang menyebutnya ”penuh rahmat”. Kepercayaan bahwa Maria Dikandung Tanpa Dosa menjadi ajaran resmi Gereja tahun 1854, tetapi sebetulnya kepercayaan bahwa Maria sendiri bebas dari dosa sudah ada sejak lama, bahkan pesta perayaannya pada setiap tanggal 8 Desember sudah dirayakan sejak 1476, sebelum menjadi ajaran resmi Gereja.
Akhirnya, sebuah gelar dogmatis terpenting adalah Yang Diangkat Ke Surga atau Maria Assumpta. Gelar ini mengikuti gelar Yang Dikandung Tanpa Dosa dan kepercayaan turun temurun bahwa Maria sungguh-sungguh dikecualikan dari manusia biasa oleh Allah. Kepadanya telah diberikan kepenuhan rahmat hidup tanpa dosa dan pada akhirnya saat paripurna hidupnya ia diberi rahmat terakhir yaitu jiwa dan raganya diangkat ke surga. Gelar dogmatis ini tergolong baru, menjadi ajaran resmi Gereja pada tahun 1950 dari Paus Pius XII dalam konstitusi apostoliknya. Walaupun demikian, kepercayaan bahwa Maria diangkat ke surga dengan tubuh dan jiwanya sudah ada dalam tulisan-tulisan sejak abad ke-5.
Baiklah, apa saja gelar-gelar Maria yang bersifat devosi?
Ada banyak gelar-gelar Maria yang bersifat devosi, seperti “Benteng Daud”, “Benteng Gading/Turris Eburnus”, “Tabut Perjanjian”, “Cermin keadilan/Speculum Justitiae”, “Takhta Kebijaksanaan/Sedes Sapientiae”, “Bintang Timur/Bintang Fajar/Stella Matutina”, “Pintu Surga/Caeli Porta”, “Bintang Samudera/Stella Maris”, “Mawar yang Gaib/Rosa Mystica”, “Hamba Tuhan/Ancilla Domini”, “Ratu Bidadari/Regina Angelorum”, “Ratu Damai/Regina Pacis”,
Sebagian besar gelar di atas berhubungan dengan nubuat dan perlambang dalam Perjanjian Lama yang menubuatkan peran Bunda Maria dalam misteri keselamatan. Beberapa di antaranya berfokus pada kesucian dan peran keibuannya. Selain itu ada pula yang berasal dari kitab Wahyu.
“Benteng Daud” adalah benteng yang berdiri menyolok dan kokoh di puncak tertinggi pegunungan yang mengelilingi Yerusalem. Benteng yang demikian merupakan sarana pertahanan kota. Dengan benteng itu, peringatan akan dapat segera disampaikan apabila musuh datang menyerang. Maria diperbandingkan dengan Benteng Daud karena kesuciannya, karena ia dikenal sebagai yang penuh rahmat dan karena ia dikandung tanpa dosa. Dengan doa-doa dan teladannya, Maria merupakan bagian dari “sarana pertahanan” Tuhan dengan mana Kerajaan Allah akan berdiri tegak tak terkalahkan dan dosa akan senantiasa dikalahkan (bdk Kid 4:4).
Maria disebut “Benteng Gading”. Gelar ini juga digunakan dalam Kidung Agung (Kid 7:4) yang menggambarkan pengantin terkasih. (Ungkapan serupa, “Istana Gading” digunakan dalam Mazmur 45:9, untuk alasan yang sama). Kedua ilustrasi tersebut menubuatkan hubungan perkawinan antara Kristus dan pengantin-Nya, Gereja, seperti disampaikan dalan Surat Rasul Paulus kepada Jemaat di Efesus. Di sini patut kita ingat, seperti diajarkan dalam Vatikan II, bahwa Maria adalah “serupa Gereja”: Ia mengandung dari kuasa Roh Kudus dan melalui dia, Juruselamat kita masuk ke dalam dunia ini. Gereja, “oleh menerima Sabda Allah dengan setia pula - menjadi ibu juga. Dan sambil mencontoh Bunda Tuhannya, Gereja dengan kekuatan Roh Kudus secara perawan mempertahankan imannya, keteguhan harapannya, dan ketulusan cinta kasihnya” (Lumen Gentium no. 64).
Gelar “Tabut Perjanjian” mengangkat peran keibuan Maria. Perlu diingat bahwa dalam Perjanjian Lama, Tabut Perjanjian adalah rumah bagi Sepuluh Perintah Allah, Hukum Tuhan. Sementara bangsa Israel dalam pengembaraan menuju tanah terjanji, suatu tiang awan, yang melambangkan kehadiran Allah, akan turun atas atau “menaungi” kemah di mana Tabut disimpan. Yesus datang untuk menggenapi perjanjian dan hukum. Dalam kisah Kabar Sukacita, perkataan Malaikat Agung Gabriel kepada Maria, “Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menaungi engkau,” (Luk 1:35) menyatakan gagasan yang sama. Karena itu, Maria yang memberi “rumah” Yesus dalam rahimnya; adalah “Tabut” baru, dan bunda dari pelaksana perjanjian yang sempurna dan kekal.
Atas dasar ini bermunculan gelar-gelar yang lain: Yeremia menubuatkan bahwa Mesias akan disebut, “TUHAN - keadilan kita.” (Yer 23:6); sehingga Maria disebut “Cermin keadilan” karena tak seorang pun dapat mencerminkan kasih dan penghormatan kepada Kristus dalam hidupnya lebih baik dari Maria. Karena kemurniannya, kelimpahan kasihnya dan karena ia menjadi “rumah” bagi Yesus, Maria disebut “Rumah Kencana”. Yesus adalah Kebijaksanaan Tuhan, “Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita” (Yoh 1:14); karenanya, Maria, yang mengandung Kristus, digelari “Takhta Kebijaksanaan”.
Bagi kita, Bunda Maria juga melambangkan pengharapan yang besar. Vatikan II menyatakan, “Sementara itu Bunda Yesus telah dimuliakan di surga dengan badan dan jiwanya, dan menjadi citra serta awal Gereja yang harus mencapai kepenuhannya di masa yang akan datang. Begitu pula di dunia ini ia menyinari Umat Allah yang sedang mengembara sebagai tanda harapan yang pasti dan penghiburan, sampai tibalah hari Tuhan.” (Lumen Gentium no. 68). Karena alasan ini Bunda Maria digelari “Bintang Timur”, karena ia melambangkan orang-orang Kristen yang menang, yaitu mereka yang bertekun dalam iman dan beroleh bagian dalam kuasa Mesianis Kristus dan menang atas kuasa kegelapan yaitu dosa dan maut. Istilah ini dapat ditemukan dalam Kitab Wahyu (Why 2:26-28): “Dan barangsiapa menang dan melakukan pekerjaan-Ku sampai kesudahannya, kepadanya akan Kukaruniakan kuasa atas bangsa-bangsa; dan ia akan memerintah mereka dengan tongkat besi; mereka akan diremukkan seperti tembikar tukang periuk - sama seperti yang Kuterima dari Bapa-Ku - dan kepadanya akan Kukaruniakan bintang timur.” Juga dalam Kidung Agung (Kid 6:10) kita temukan, “Siapakah dia yang muncul laksana fajar merekah, indah bagaikan bulan purnama, bercahaya bagaikan surya…”; sama seperti cemerlangnya terang menghalau kegelapan fajar, Maria memaklumkan kedatangan Putranya, yang adalah Terang Dunia (bdk Yoh 1:5-10, 3:19).
Maria juga adalah “Pintu Surga”. Maria adalah sarana yang dipergunakan Kristus untuk datang dari surga demi membebaskan kita dari dosa. Di akhir hidupnya, kita percaya bahwa Bunda Maria diangkat jiwa dan badannya ke surga, suatu kepenuhan janji akan kehidupan kekal dan kebangkitan badan yang dijanjikan Yesus. Sebab itu, Maria adalah pintu melalui mana Yesus masuk ke dalam dunia ini dan pintu kepada kepenuhan janji di mana kita akan beroleh bagian dalam kehidupan kekal.
Karena itu, kita memandang Maria sebagai “Bintang Samudera”. Bagaikan bintang samudera membimbing para nahkoda mengarungi lautan berbadai menuju pelabuhan yang aman, demikian juga Maria, melalui segala doa dan teladannya, membimbing kita sepanjang perjalanan hidup kita, kadang melalui samudera yang bergolak, menuju pelabuhan surgawi.
Secara keseluruhan, Maria adalah “Mawar yang Gaib”. Mawar dianggap sebagai bunga yang terindah, bunga kerajaan yang harumnya melampaui segala bunga lainnya. Bunda Maria memiliki kekudusan yang manis dan keutamaan yang cantik. Singkatnya, segala gelar ini mengingatkan kita akan pentingnya peran Bunda Maria dalam spiritualitas Katolik, sebagai teladan keutamaan dan kekudusan dalam peran keibuannya, dan sebagai tanda akan kehidupan yang akan datang.
Pada akhirnya kita merangkum pujian dan kepada Maria dan menyatakan gelar-gelarnya dalam sebuah litani yang bernama Litani Santa Maria. Kita mendapati gelar-gelar tersebut dalam Litani Santa Perawan Maria (terutama versi Loreto), yang disusun sekitar pertengahan abad ke-16. St. Petrus Kanisius mempopulerkan Litani Santa Perawan pada tahun 1558 saat ia mempublikasikannya guna menggairahkan devosi kepada Bunda Maria sebagai tanggapan atas “Reformasi” Protestan yang menyerang devosi-devosi sejenis. Litani ini merupakan seruan gelar pujian kepada Santa Perawan yang digunakan dalam perayaan-perayaan di Gereja Loreto, Italia sejak abad ketigabelas. Litani ini disetujui oleh Paus Sixtus V tahun 1587.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar