Selasa, 09 September 2008

Maria, Sang Induk Domba yang Tak Bercela


Maria, Sang Induk Domba Yang Tak Bercela
Oleh : Rm. Settimo M. Manelu FI
Edisi : Ave Maria No AM-41

Dalam Kitab Suci, Liturgi dan tulisan para Bapa Gereja, kita seringkali menemukan gambaran Induk Domba Tak Bercela bersama dengan Anak Domba Tak Bernoda. Gambaran ini mengingatkan kita akan pengorbanan Salib dimana Bunda maria bekerjasama sebagai Coredomptrix bersama dengan Putranya, Sang Juru Selamat.
Anak domba adalah gambaran yang sangat biasa dalam Kitab Suci. Berbagai momen dalam liturgy Bait Allah di Yerusalem menyebutkan persembahan seekor anak domba sebagai kurban dengan menumpahkan darahnya. Kitab Suci sendiri dan kemudian para bapa Gereja menerapkan figure seekor anak domba yang dibakar secara simbolis untuk Yesus. Yang di Salib dan mati bagi kita di altar Salib.
Dalam kisah Keluaran, sebelum Tuhan menimbulkan tulah terakhir pada Firaun dari Mesir dan rakyatnya. Allah memrintahkan Musa dan Bangsa Yahudi untuk Menandai tiang pintu dari rumah mereka dengan darah seekor anak domba Malaikat perusak saat melihat darah itu, tidak akan membunuh anak sulung dari orang Yahudi dan terjadilah demikian.
Para Bapa Gereja melihat Darah itu sebagai ramalan dari pengurbanan Kristus yang dengan Menumpahkan Darah-Nya pada kayu Salib menyelamatkan umat-Nya dan semua manusia dari dosa dan kematian kekal.
Nabi Yesaya mewartakan kedatangan Mesias di masa mendatang, menyebut-Nya sebagai Yang menderita, membandingkan-Nya dengan “anak domba patuh yang digiring ke pembantaian.”(Yes 53 : 7)
Bersama dengan figure Kristus Sang Anak Domba, tafsiran Kuno dan Moderen, para Paus dan Liturgi telah meletakkan figure Maria, Bunda Yesus sebagai “Induk Domba Yang Tak Bercela”. Dalam bukunya mengenai simbolisme Maria, Bartoli menghadirkan sejumlah contoh dari karya sastra kuno yang mengunakan figure ini.
Dalam hymne Byzantin yang terkenal “Akthistos” kita menemukan : “Salam, Bunda Sang Anak Domba dan Gembala! Salam, Oh Tempat Tinggal dari kawanan-kawanan domba rohani” St.Proclus secara ekspisit menamai Maria “Domba Yang Tak Bercela, yang mana bangkit Sang Gembala,” saat Dionisius dari Alexandria memanggilnya “Domba yang melahirkan Anak Domba yang menghapus dosa dunia”.
St. Efrem, si orang Syria, menjadi terkenal karena kasihnya yang besar akan Maria dan juga dipanggil “Penyanyi Sang Perawan” karena hymne-hymne indah yang dikarangnya untuk menghormati Maria, menulis “Terberkatilah engkau, oh Perawan yang mengandung anak singa yang dinubuatkan Bapa Yakub”(cf, Kej 49 :9). Yesus merendahkan diri-Nya sendiri. Dia menjadi anak domba yang ditakdirkan untuk naik ke Salib untuk menyelamatkan kita. Liturgi Timur mendoakan : “Anak dombamu dan Perawan Pelayan” keduanya istilah yang merujuk pada Maria –
“Melihat-Mu Oh Kristus,
Berlomba menuju penderitaan dan memberikan hidup-Mu bagi kami,
Oh, Gembala yang baik,
Menderita bagi-Mu dalam hati keibuan-Nya”.
Romanus, sang pengarang melodi, merenungkan Perawan yang sedih mengatakan “Sang induk domba menangis, melihat anak dombanya tergantung di pohon”.
Gregorius sang pekerja mukjizat menerapkan figure itu kepada Maria, dengan menambahkan ide Kemurniannya yang Mutlak saat ia memanggil sang Perawan “Domba Tak Bercela.”
Yohanes Paulus II dalam Katekis yang diberi saat Audensi umum hari Rabu tanggal 31 Maret 2004, mengkongomentari bab 4 dan 5 dari Kitab Wahyu, mengingat kata-kata Melitus dari Sardis, seorang uskup dari abad kedua yang melukiskan Maria, Induk Domba Yang Tak Bercela bersama Kristus sebagai anak domba kurban bakaran.” Kristus turun ke bumi dari Surga oleh karena Cinta-Nya bagi umat manusia yang menderita. Dia mengenakan kemanusiaan kita dalam Rahim Sang Perawan dan dilahirkan sebagai Manusia (….) Itu adalah Dia yang seperti seekor anak domba yang digiring dan seperti anak domba yang disembelih, sehingga menebus kita dari perbudakan dunia (…) Adalah Dia yang membawa kita kegelapan ke terang, dari penindasan ke Kerajawian Abadi; dan Dia membuat kita sebuah Imamat yang baru dan orang terpilih selama-lamanya (….) Adalah Dia, anak domba yang diam, anak domba yang dibantai, Putra Maria, Induk Domba Yang tak Bercela. Dia direnggut oleh kawanan domba, digiring kepada kematian-Nya, dibantai sore hari dan dikubur malam hari.

Dalam koleksi “Misa Perawan Maria”, Pembuka Doa Syukur Agung No 36 untuk menghormati “Bunda Pengasih,” memuji Allah dan besyukur karena keindahan Maria. Dalam sebagian terjemahan teks Latin asli lainya, itu mengatakan “Keindahan adalah miliknya dalam penderitaan Putrnya: /ditandai dengan Darah-Nya, / anak domba patuh, dia menderita bersama anak dombanya, yang paling lebut,/dan memnangkan baginya sebuah gelar keibuan yang baru.”

Beberapa Litani maria mendoakan,
“Maria, Induk Domba yang patuh,
Bunda dari Anak Domba yang terpatuh,
doakanalah kami.”

Sebuah doa yang digunakan untuk memberkati ikon menyebutkan Maria
“Domba Tak Bercela” :
“Tuhan Allah, Bapa Maha Kuasa,
yang sudi memilih dari seluruh ras manusia merpati murni dan domba tak bercela, Maria yang tetap perawan untuk menjadi Ibu Putra-Mu yang Tunggal dan Menguduskan Beliau dengan turunnya Roh Kudus ke dalam tempat tinggal-Nya,
Engkau jadikan Beliau lebih terhormat dari para Kerubim dan Serafim dan
Lebih mulia dari makhluk apapun,
Pembela dan Perawan bagi seluruh umat manusia.
Figure anak domba mengingatkan akan kebenaran kematian pengurbanan Yesus yang menebus dosa manusia. Bunda-Nya mengambail bagian dalam penderitaan yang menebus dari Tuhan Yesus dengan cara yang unik karena Beliau adalah Bunda-Nya dan tanpa Noda Dosa. Maka Beliau adalah Coredomptrix (Penebus Serta) dari umat manusia yang penuh dosa. Para penulis kuno dan modern mengespresikan ini secara simbolis dengan gambaran seekor induk domba yang bersatu dangan anak dombanya yang terbakar, yaitu Tuhan Yesus yang di Salib.
Sumber : “Missio Immaculatae International No 10 – desember 2005.

Tidak ada komentar: